Jakarta (ANTARA) - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan pengusaha sawit nasional pada dasarnya siap menghadapi implementasi peraturan anti-deforestasi Uni Eropa (EUDR), tantangan utamanya justru ada di tingkat petani.
Ketua Umum Gapki Eddy Martono menyatakan EUDR tetap akan diberlakukan mulai Desember 2025 namun dengan masa transisi. Uni Eropa disebut akan memberikan tenggat waktu enam bulan bagi perusahaan dan satu tahun bagi petani serta pelaku usaha kecil untuk menyesuaikan terhadap regulasi tersebut.
“Kalau kita lihat dari sisi perusahaan, Indonesia sebenarnya sudah cukup siap. Hampir semua anggota Gapki tidak ada pembukaan lahan baru setelah 31 Desember 2020, yang menjadi batas dianggap melakukan deforestasi dalam EUDR,” ujar Eddy dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.
Larangan itu juga telah diatur melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.
Meski perusahaan dinilai siap, Eddy menyoroti bahwa tantangan terbesar justru ada di tingkat petani. Tidak seperti perusahaan besar, petani disebutnya belum memiliki regulasi ketat yang melarang pembukaan lahan.
