Anis Matta Tidak Ketahui Keberadaan Hilmi

id Anis Matta Tidak Ketahui Keberadaan Hilmi

Anis Matta Tidak Ketahui Keberadaan Hilmi

Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta. (Antara)

Jakarta, (Antara) - Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta menyatakan tidak mengetahui keberadaan Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera Hilmi Aminuddin menyusul ketidakhadiran Hilmi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Kamis (17/10). "Sudah lama saya tidak bertemu Hilmi karena saya masih sering keliling ke daerah-daerah dan sekarang baru sampai di Jakarta," kata Anis selepas Silaturahmi Tokoh Bangsa Ke-5 di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta, Kamis. Hilmi dijadwalkan bersaksi dalam sidang kasus dugaan suap kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian dan pencucian uang dengan terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq di Pengadilan Tipikor. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wawan Yunarwanto, mengatakan Hilmi mengirim surat pemberitahuan tentang ketidakhadirannya. "Rencana hari ini kami menghadirkan empat saksi, tapi yang hadir baru tiga. Ada surat pemberitahuan tidak hadir atas nama saksi Hilmi Aminuddin," kata Jaksa Wawan Yunarwanto di awal persidangan. Namun, Jaksa Wawan tidak menjelaskan alasan ketidakhadiran Hilmi seperti tercantum dalam surat itu. Dalam perkara ini, Luthfi didakwa melakukan korupsi dan TPPU berdasarkan pasal 12 huruf a atau pasal 5 ayat 2 jo pasal 5 ayat 1 atau pasal 11 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp1 miliar. Selanjutnya pasal 3 ayat (1) huruf a, b, dan c UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian uang sebagaimana telah diubah dengan UU no 25 tahun 2003 tentang perubahan atas UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian uang jo pasal 65 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar. Serta pasal 6 ayat (1) huruf b dan c UU No15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang sebagaimana telah diubah dengan UU No 25 tahun 2003 tentang perubahan atas UU No 15 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang mengenai orang yang menerima atau menguasai harta kekayaan yang diduga merupakan hasil tindak pidana dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp15 miliar. (*/jno)