Pakar hukum sarankan Adelin Lis ajukan PK ke Mahkamah Agung

id Korupsi

Pakar hukum sarankan Adelin Lis ajukan PK ke Mahkamah Agung

Konferensi pers terkait kasus hukum yang menjerat Adelin Lis. (Antara/HO-Ist).

Jakarta (ANTARA) - Pakar Hukum Kehutanan Sadino dan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia Prof Suparji Ahmad menyarankan Direktur Keuangan PT Keang Nam Developmen Indonesia (KNDI) Adelin Lis mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

Keduanya menilai ada kekeliruan hakim saat menghukum Adelin Lis 10 tahun penjara karena dinyatakan terbukti melakukan korupsi dalam kasus ilegal loging atau penebangan liar.

"Dia dituduh melakukan illegal logging. Sedangkan ilegal itu jelas seharusnya tidak punya izin, tapi Adelin Lis punya izin yang lengkap," kata Sadino melalui keterangan tertulisnya yang diterima di Padang, Sabtu.

Ia menambahkan di tingkat pengadilan negeri, Adelin Lis diputus bebas lantaran yang bersangkutan hanya dinyatakan melanggar Undang-Undang Kehutanan. Berdasarkan aturan tersebut, Adelin hanya diberikan sanksi administrasi, dan biayanya juga sudah dibayarkan.

Sementara, di tingkat kasasi dan peninjauan kembali, Adelin dihukum 10 tahun penjara karena dinyatakan terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama. Namun, terdakwa lainnya diputus bebas yakni Oscar A Sipayung selaku Direktur Utama PT KNDI dan Washington Pane selaku Direktur Perencanaan dan Produksi PT KNDI.

"Padahal kapasitas Adelin Lis hanya Direktur Keuangan, seharusnya yang paling bertanggung jawab itu Direktur Utama," papar Sadino.

Senada dengan itu, Suparji Ahmad mengatakan putusan tersebut terkesan tidak adil. Sebab, Adelin Lis sempat dinyatakan bebas, bukan lepas. Artinya, terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi.

"Tapi ketika di kasasi dan PK, putusan berubah drastis. Dihukum 10 tahun. Jadi ada kontradiksi," kata Suparji.

Oleh sebab itu, Suparji mendorong agar Adelin Lis mengajukan PK yang kedua. Berdasarkan aturan, PK boleh diajukan lebih dari satu kali selama terpidana merasa ada kekeliruan hakim dalam mengambil keputusan yang didukung dengan novum atau bukti baru.

"Dalil paling signifikan adanya kekeliruan dan kekhilafan hakim. Karena kasusnya adalah pelanggaran administrasi, jadi yang dipakai UU Kehutanan bukan UU Tindak Pidana Korupsi," ujarnya.

Selain itu, Suparji menilai surat tertulis dari mantan Menteri Kehutanan MS Kaban bisa dijadikan novum. Sebab, dalam suratnya, menjelaskan bahwa perbuatan Adelin Lis masuk kategori pelanggaran administrasi berdasarkan UU Kehutanan.

"Dan itu bisa jadi novum untuk PK dan menjadikan peluang Adelin Lis mendapat keadilan lebih besar," ujar dia.

Untuk diketahui, MA mengabulkan kasasi yang diajukan Kejaksaan Agung (Kejagung) atas vonis bebas Adelin Lis. Ia dihukum 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi.