Musik dalam gerakan kebangsaan dalam konteks kekinian

id Musik,UNP

Musik dalam gerakan kebangsaan dalam konteks kekinian

Dialog Kebangsaan dalam pertemuan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) di auditorium UNP, Sabtu,(18/5). (ANTARA/HO-Humas UNP)

Padang (ANTARA) - Musik tidak sekedar alat entertain, atau alat untuk meningkatkan pendapatan, tapi juga alat untuk menumbuhkan spirit kebangsaan.

Sosok seperti WR Supratman, Ismail Marzuki merupakan musisi hebat yang menggelorakan spirit kebangsaan, melalui lagu dan musik.

“Bagaimana musik merajut dan menumbuhkan spirit dalam kontek kekinian,” kata moderator Dialog Kebangsaan di Universitas Negeri Padang, Zastrouw.

Dalam Dialog Kebangsaan, yang digalar dalam kegiatan pertemuan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) di Auditorium UNP pada Sabtu, (18/5) dihadiri oleh budayawan dan musisi muda Indonesia.

Menurut penyanyi muda yang viral karena menyanyikan lagu daerah Mirabet Sonia, jika cinta telah ada dalam hati terhadap budaya nusantara, akan lebih indah jika bisa disebarkan lebih banyak lagi,ke generasi muda dengan cara kekinian.

“Aku punya trio, jadi rasa bangga terhadap budaya kita salurkan lewat suara,” katanya.

Ia mengaku rasa cinta budaya daerah tumbuh dalam dirinya secara berproses.

“Dari satu pagelaran rasa cinta budaya, dari Sabang sampai Merauke yang sudah ada makin tumbuh lagi,” katanya.

Ia mengatakan dalam satu pagelaran budaya, ada satu pepatah Minang yang dia kagumi yang menyebutkan “samuik tapijak indak mati, alu tataruang patah tibo”.

Arti pepatah Minang tersebut, menggambar bagaimana perempuan Minang yang lembut, namun bisa juga tegas.

Sementara itu mengamati perkembangan dunia saat ini, dimana citizen atau warga negara sekarang berganti dengan netizen karena perkembangan tekonologi, ditanggapi oleh Rektor Universitas Negeri Padang, Prof. Ganefri.

Menurutnya dalam beberapa hasil riset, menunjukan musik berpengaruh terhadap peningkatan kecerdasan anak, termasuk dengan kemajuan IT.

“Anak-anak kita saat ini semuanya terkoneksi dengan dunia luar,dan mengetahui apa saja yang terjadi di dunia luar dengan cepat dan valid,” katanya.

Ia mengatakan di tengah Generasi Z saat ini, dunia pendidikan harus berpikir ke depan, dan tidak bisa menggunakan pengalaman masa lalu yang dianggap baik, bisa dipedomani untuk lebih baik karena sudah beda generasi.

Dia melihat Generasi Z yang menyukai musik, memiliki kecerdasan yang lebih baik.

Menanggapi pendidikan sekarang lebih mengarahkan pada pengembangan afektif dari pada kognitif,dan salah satu untuk menyentuh hal tersebut adalah lewat musik, Ganefri berpendapat ini menjadi tantangan untuk mendidik Gen Z.

Ia menilai yang terpenting saat ini, adalah pembentukan sikap dan karakter Gen Z dan itu menjadi tantangan saat ini.

“Meski para pakar menyebut karakter dan sikap itu tidak bisa dibentuk secara digital, namun itu harus diberikan contoh, karena saat ini dengan kemajuan teknologi semua bisa dilakukan,” sebutnya.

Ganefri yakin untuk masa yang akan datang, digitalisasi bisa mengubah sikap dan karakter.

Sementara itu budayawan Sudjiwo Tedjo, mengatakan musik itu seperti matematika, karena konsisten seperti ilmu matematika.

Seperti dikatakan ahli matematika lanjutnya,matematika adalah orkestrasi dari segala konsep, dan musik adalah matematika yang berbunyi.

Sedangkan penyanyi Once Mekel merasa kasihan, sekaligus iri dengan generasi musik sekarang.

‘Di zaman ini teknologi sudah sedemikian tinggi, sehingga anda bisa pesan musik dengan buatan AI,” katanya.

Once setuju musik sangat berhubungan dengan matematika, karena AI bisa menari musik yang sesuai dengan keinginan manusia.

Menurutnya teknologi harus diwaspadai, karena bisa mengacaukan bakat yang dimiliki manusia.

“Perkembangan Ai ini harus terus dipantau, bagaimana perkembangan AI bisa diatur di masa depan, supaya ekspresi yang asli dari manusia dapat menyentuh manusia lain,” jelasnya.

Menurut mantan vokalis Dewa 19 ini, membuat musik itu relatif, bisa secara manusiawi atau dari teknologi dengan menggunakan AI.

Musisi yang membuat karya musik dengan teknologi Alffy Rev, berpendapat bahwa kecintaan terhadap budaya bangsa itu memang butuh proses.

Selain itu dalam berkarya, juga tidak hanya sekedar keren, namun juga harus punya identitas.

“Sebisa mungkin saya menyalurkan energi yang saya punya, atau kemampuan yang sudah saya pelajari dengan memvisualkan kembali bagaimana ajaibnya nusantara,” katanya.*