Padang (ANTARA) - Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumatera Barat Wahyu Purnama memproyeksikan tingkat inflasi di provinsi tersebut akan menurun di sepanjang 2023 dibandingkan tahun 2022.
"Inflasi di Sumbar sepanjang 2022 memang tinggi mencapai 7,43 persen dan diprediksi tahun 2023 berada pada kisaran 2,4 persen hingga 3,2 persen (yoy)," kata dia saat Penyampaian Outlook Perekonomian Sumbar tahun 2023 di Padang, Rabu,
Ia menilai penurunan itu terjadi karena komoditas emas perhiasan diperkirakan cukup stabil sejalan dengan tren harga emas global yang diperkirakan menurun pada tahun 2023. Kemudian aktivitas masyarakat diperkirakan tetap tinggi, namun faktor base year yang cukup tinggi di tahun 2022 diperkirakan menjaga capaian inflasi inti tetap rendah dan stabil.
Kemudian meredanya pandemi COVID-19 dan kestabilan ekonomi global mendukung kelancaran distribusi pangan dan faktor base year inflasi VF di tahun 2022 yang cukup tinggi diperkirakan menjaga capaian inflasi di tahun 2023 lebih rendah.
Selanjutnya kebijakan pemerintah terkait kenaikan tarif diperkirakan tidak setinggi tahun 2022 sejalan dengan mulai stabilnya perekonomian.
"Kestabilan harga bahan bakar rumah tangga sejalan dengan perkiraan harga gas alam di tahun 2023 yang cukup stabil dengan kecenderungan penurunan harga," kata dia
Ia mengatakan inflasi memang tinggi namun itu tidak mencerminkan harga barang di Sumbar juga ikut tinggi. Ini dampak dari inflasi Sumbar yang terendah di 2021 di angka 1,4 persen dan sekarang menjadi yang tertinggi," kata dia.
Menurut dia di Sumatera Barat ini sektor pertanian memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian Sumbar yakni di angka 21 persen dan jika ini terganggu maka berdampak luas.
Gangguan pasokan pangan terganggu di 2022 akibat curah hujan yang tinggi serta gangguan hama yang menyerang lahan pertanian sehingga mengakibatkan produksi beras, cabe dan bawang terganggu.
"Sebetulnya Sumbar sebagai daerah produksi harusnya memenuhi kebutuhan di dalam provinsi dulu dan jangan mendahulukan mengirimkan bahan pangan ke luar provinsi," kata dia.
Di saat produksi berkurang, jumlah pasokan bahan pangan ke luar provinsi juga tetap sehingga kebutuhan di dalam provinsi tidak terpenuhi.
Ia merekomendasikan dalam melakukan pengendalian inflasi harus dilakukan secara berkelanjutan dimulai dengan meningkatkan dana APBD yang dialokasikan untuk mengendalikan inflasi dan meningkatkan koordinasi dengan kementerian dan lembaga di pusat
Kemudian melakukan perbaikan di sektor pertanian yang menjadi lapangan usaha utama yang menyumbang 21 persen terhadap PDRB.
Memperluas Kerjasama Antar Daerah (KAD) Intra Wilayah Sumatera Barat guna mengurangi disparitas harga dan mendistribusikan pasokan dari Daerah Surplus ke Daerah Defisit
Memperluas program memproduksi dan menggunakan pupuk organik serta mengupayakan penambahan kuota pupuk bersubsidi di Sumatera Barat di tahun 2023. Kemudian meningkatkan alokasi anggaran dalam rangka subsidi harga komoditas pangan dan subsidi angkut untuk menjaga keterjangkauan harga.
"Mengembangkan pertanian organik berbasis teknologi digital Mengoptimalkan pelaksanaan operasi pasar atau bazar pangan murah melalui sinergi dengan seluruh stakeholders," kata dia.