OJK Siapkan Industri Keuangan Hadapi "Capital Outflow"

id OJK Siapkan Industri Keuangan Hadapi "Capital Outflow"

Jakarta, (Antara) - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad menyatakan, pihaknya mulai mempersiapkan industri jasa keuangan di Tanah Air menghadapi dampak dari "capital outflow" atau arus modal keluar yang dapat terjadi sewaktu-waktu. "Kami di OJK fokus mengingatkan kepada industri jasa keuangan di Indonesia untuk mewaspadai dampak 'capital outflow' pada 'kesehatan' keuangan masing-masing perusahaan," kata Muliaman ditemui pada acara Halal Bi Halal di lingkungan OJK di Jakarta, Senin. Oleh karena itu, kata dia, sejak satu bulan terakhir, OJK telah memanggil para pelaku usaha jasa keuangan guna memeriksa kondisi terkini dari masing-masing lembaga jasa keuangan dan memastikan langkah-langkah yang akan ditempuh industri jasa keuangan dalam menghadapi dampak negatif dari "capital outflow". "Kami melakukan pedekatan, pengawasan dan penguatan untuk memastikan bahwa mereka menyadari adanya dampak positif dan negatif dari 'capital outflow'. Sebetulnya, ini bagian dari pengelolaan risiko, terutama bagi industri jasa keuangan non-bank," ujarnya. Menurut Muliaman, untuk saat ini OJK akan fokus mempersiapkan industri jasa keuangan nonbank, seperti perusahaan asuransi, perusahaan dana pensiun dan perusahaan pembiayaan. Hal itu dilakukan karena industri-industri jasa keuangan tersebut cenderung mempunyai utang luar negeri atau dalam bentuk valuta asing. "Kami ingin tahu bagaimana persiapannya dan usahanya sebab mereka cenderung sangat terekspos dengan harga pasar karena punya banyak obligasi dan saham," katanya. Dari hasil pemanggilan terhadap beberapa pelaku usaha jasa keuangan, kata dia, OJK meyakini industri jasa keuangan secara umum sudah "aware" (menyadari) akan kemungkinan adanya "capital outflow". "OJK juga melakukan 'stress testing' untuk melihat bagaimana kalau situasinya memburuk. Kira-kira industri jasa keuangan kita tahan sampai mana. Ya kurang lebih seperti uji ketahanan terhadap gempa," tuturnya. Ketua OJK itu menambahkan, hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah kondisi likuiditas dan kekuatan modal masing-masing lembaga jasa keuangan. "Namun, pemanggilan akan terus dilakukan untuk memastikan bahwa setiap pelaku usaha jasa keuangan benar-benar 'aware' akan risiko yang akan mereka hadapi. Karena mungkin saja 'jalanan' agak 'bumpy' (bergelombang) kedepannya," ujar Muliaman. Sebelumnya, OJK tidak menampik bahwa potensi terjadinya pembalikan arus modal asing (capital outflow) secara tiba-tiba sangat tinggi menyusul pengurangan "quantitative easing" (QE) oleh Amerika Serikat. Hal itu menyebabkan adanya kecenderungan investor asing mengalihkan dananya dari Indonesia ke negara lain. "Saat ini peran investor asing masih cukup dominan sehingga dampak yang timbul jika terjadi 'sudden reversal' sangat tinggi," kata Kepala Eksekutif OJK untuk Pasar Modal Nurhaida. Menurut dia, untuk mengurangi risiko tersebut, OJK mendorong emiten dan perusahaan publik agar dapat membantu peningkatan investor domestik dengan memperbesar jumlah porsi retail dalam penjatahan efek pada saat penawaran umum. Selain itu, kata dia, OJK juga akan berupaya untuk menjaga integritas pasar modal, dan emiten pun diminta untuk terus menjalankan prinsip 'good governance', antara lain transparansi, akuntabilitas dan independensi. Dia mengatakan penerapan good governance bukan hanya dapat meningkatkan kepercayaan pemodal, namun juga akan meningkatkan kinerja dan daya saing emiten. "Upaya pengembangan yang dilakukan di bidang pasar modal ini dimaksudkan untuk menjadikan pasar modal sebagai sumber pendanaan yang mudah, kompetitif dan efisien," kata Nurhaida. (*/sun)