Harga minyak anjlok 5 persen setelah IMF pangkas prospek pertumbuhan

id harga minyak,minyak berjangka,minyak Brent,minyak WTI,proyeksi IMF,minyak Rusia,minyak Libya

Harga minyak anjlok 5 persen setelah IMF pangkas prospek pertumbuhan

Ilustrasi ladang minyak BP Eastern Trough Area Project (ETAP) di Laut Utara, sekitar 100 mill dari Aberdeen Skotlandia. ANTARA/REUTERS/Andy Buchanan/aa.

Houston, (ANTARA) - Harga minyak anjlok sekitar 5 persen pada akhir perdagangan yang fluktuatif, Selasa (Rabu pagi WIB), di tengah kekhawatiran permintaan setelah Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi dan memperingatkan inflasi yang lebih tinggi.

Minyak mentah berjangka Brent, patokan global untuk pengiriman pada bulan Juni, terpuruk 5,91 persen atau 5,22 persen, menjadi menetap di 107,25 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Mei jatuh 5,65 dolar AS atau 5,22 persen, menjadi ditutup di 102,56 dolar AS per barel.

Harga minyak merosot meskipun produksi OPEC+ lebih rendah, yang menghasilkan 1,45 juta barel per hari (bph) di bawah targetnya pada Maret, karena produksi Rusia mulai menurun menyusul sanksi yang dikenakan oleh Barat atas invasinya ke Ukraina, menurut laporan dari aliansi produsen yang dilihat oleh Reuters.

Rusia memproduksi sekitar 300.000 barel per hari di bawah targetnya pada bulan Maret sebesar 10,018 juta barel per hari, berdasarkan sumber sekunder, laporan tersebut menunjukkan.

OPEC+, yang mengelompokkan OPEC dan sekutunya yang dipimpin oleh Rusia, bulan lalu menyetujui peningkatan produksi minyak bulanan sebesar 432.000 barel per hari pada bulan Mei, menolak tekanan oleh konsumen utama untuk memompa minyak lebih banyak.

IMF menurunkan perkiraannya untuk pertumbuhan ekonomi global hampir satu poin persentase penuh, mengutip invasi Rusia, dan mengatakan bahwa inflasi sekarang menjadi "jelas dan menghadirkan bahaya" bagi banyak negara.

Prospek bearish menambah tekanan harga dari perdagangan dolar pada level tertinggi dua tahun. Greenback yang lebih kuat membuat komoditas-komoditas yang dihargai dalam dolar lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, yang dapat mengurangi permintaan.

Presiden Bank Federal Reserve Chicago, Charles Evans pada hari Selasa (19/4) mengatakan The Fed dapat menaikkan kisaran target kebijakan suku bunganya menjadi 2,25 persen hingga 2,5 persen pada akhir tahun, tetapi jika inflasi tetap tinggi kemungkinan akan perlu menaikkan suku bunga lebih lanjut.

Sementara itu, Presiden Bank Federal Reserve St. Louis James Bullard mengatakan bahwa pada hari Senin (18/4) bahwa inflasi AS "terlalu tinggi" ketika dia mengulangi pernyataannya untuk meningkatkan suku bunga menjadi 3,5 persen pada akhir tahun guna memperlambat apa yang sekarang menjadi angka inflasi tertinggi 40 tahun.

Perkiraan pertumbuhan IMF yang lebih rendah, bersama dengan Cadangan Minyak Strategis yang melaporkan bahwa stok darurat turun 4,7 juta barel pada hari Senin (18/4). "Menyebabkan beberapa kegelisahan," kata Phil Flynn, analis di Price Futures Group.

Kekhawatiran atas pertumbuhan permintaan sudah menjadi fokus setelah jajak pendapat pendahuluan Reuters pada hari Senin (18/4) menunjukkan persediaan minyak mentah AS cenderung meningkat minggu lalu.

Ekonomi Tiongkok melambat pada bulan Maret, memperburuk prospek yang sudah melemah oleh pembatasan COVID-19 dan konflik di Ukraina.

Permintaan bahan bakar di Tiongkok, importir minyak terbesar di dunia, dapat mulai meningkat karena pabrik-pabrik bersiap untuk dibuka kembali di Shanghai.

Penurunan harga pada hari Selasa (19/4/2022) mengikuti kenaikan lebih dari satu persen pada hari Senin (18/4) ketika harga minyak mencapai level tertinggi sejak 28 Maret karena gangguan pasokan minyak Libya.

National Oil Corp (NOC) Libya pada hari Senin (18/4) memperingatkan "gelombang penutupan yang menyakitkan" dan menyatakan force majeure pada beberapa produksi dan ekspor ketika pasukan di timur memperluas blokade mereka terhadap sektor tersebut karena kebuntuan politik.

NOC pada hari Selasa (19/4) menyatakan force majeure di pelabuhan minyak Brega.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada pembicaraan telepon dengan para pemimpin Barat pada hari Selasa (19/4) menggarisbawahi perlunya meningkatkan tekanan pada Rusia dengan lebih banyak sanksi dan isolasi diplomatik.

Kemungkinan larangan Uni Eropa terhadap minyak Rusia terus membuat pasar gelisah. Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire pada hari Selasa (19/4) mengatakan bahwa embargo di tingkat Uni Eropa sedang dikerjakan.