Rasa cemas berlebihan selama wabah corona bisa munculkan gejala psikosomatis, kata psikolog

id Gejala psikomatik, COVID-19, Bali, cemas berlebihan

Rasa cemas berlebihan selama wabah corona bisa munculkan gejala psikosomatis, kata psikolog

Dokumen: Warga berkonsultasi dengan psikiater dari Rumah Sakit Jiwa Ernaldi Bahar pada peringatan hari kesehatan jiwa sedunia di kawasan Car Free Day Kambang Iwak Palembang, Sumsel, Minggu (710). Peringatan yang diselenggarakan Rumah Sakit Jiwa Ernaldi Bahar ini membuka konsultasi kejiwaan, gizi, potensi diri, dan konsultasi rehabilitasi narkoba bagi warga Palembang. (ANTARA NEWS Sumsel/Feny Selly Pratiwi/Ang/18)

Jadi benar psikosomatik timbul dari rasa cemas yang berlebihan,
Denpasar (ANTARA) - Rasa cemas berlebihan selama wabah corona penyebab penyakit COVID-19 bisa menyebabkan timbulnya gejala psikosomatis yang kurang baik pada tubuh seseorang, kata psikolog Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Sanglah Denpasar, Lyly Puspa Palupi.

"Kecemasan adalah reaksi psikisomatik ketika menghadapi situasi, kondisi, atau objek yang dianggap kurang menyenangkan, atau berbahaya. Reaksinya bisa juga dalam bentuk gejala fisik seperti sakit perut, jantung berdetak lebih cepat, keringat dingin, pusing, dan lain sebagainya," jelas Lyly di Denpasar, Rabu.

Ia mengatakan bahwa gejala psikosomatis bisa bermacam-macam, antara lain gangguan pada lambung atau sakit maag, pusing, batuk-batuk tanpa berhenti, sakit kepala, dan lain sebagainya.

Timbulnya gejala psikosomatis disebabkan karena faktor psikis (emosi dan pikiran) yang mengganggu kondisi individu tersebut. Kata dia, rasa cemas yang berlebihan selama wabah corona ini bisa dialami siapa saja mulai dari remaja SMP sampai dengan orang dewasa.

"Jadi benar psikosomatik timbul dari rasa cemas yang berlebihan. Begitu rasa cemas hilang, biasanya keluhan fisik nya juga akan ikut hilang," jelasnya.

Selain itu, Lyly juga mengimbau masyarakat menghindari adanya kondisi panic buying selama wabah ini, karena panic buying dapat memicu rasa cemas berlebihan.

"Untuk panic buying ini sebaiknya dihindari. Beberapa barang yang memang sangat penting seperti kebutuhan pokok, makanan dan susu buat anak, bisa dipersiapkan untuk keperluan 1 - 2 minggu ke depan. Tidak perlu berlebihan," katanya.

Ia menjelaskan bahwa panic buying adalah reaksi dalam bentuk perilaku membeli atau belanja barang-barang dalam jumlah yang banyak.

"Kadang juga yang dibeli sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan. Tapi karena merasa takut dan cemas akan sesuatu seperti takut kekurangan, kehabisan, kelaparan, takut dan takut tidak bisa berbelanja lagi maka mendorong psikis untuk belanja," katanya.

Selama masa pandemi ini, Kata dia diharapkan masyarakat tetap menjaga kebersihan dan kesehatan diri, seperti sering mencuci tangan, usahakan tetap di rumah, tetap mengikuti arahan dari pemerintah pusat maupun daerah.

Selain itu, tetap melakukan aktivitas di rumah, dengan melakukan kegiatan yang menyenangkan atau hobi di rumah.

Ia juga menyarankan agar mulai membatasi membaca informasi-informasi tentang COVID-19 (maksimal 2 kali dalam sehari) agar tidak memunculkan kecemasan pada diri sendiri dan melakukan kegiatan bersama keluarga di rumah.