Makanan ini dipercaya mampu tangkal Covid-19

id Sagu, Meranti, Riau, Corona

Makanan ini dipercaya mampu tangkal Covid-19

Dr Septaring Wulan (kiri) bersama Deputi IV BRG Dr Haris Gunawan menjelaskan nasi sagu rempah yang dipercaya mengandung antioksidan tinggi dan mampu mencegah COVID-19. ANTARA/Anggi Romadhoni

Pekanbaru (ANTARA) - Nasi sagu rempah yang ditampilkan pada ajang Festival Sagu Nusantara di Desa Sungai Tohor, Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau dipercaya memiliki kadar antioksidan tinggi dan mampu menangkal Corona atau Covid-19.

"Produk sagu Meranti diolah menjadi nasi rempah dengan menggunakan bahan rempah asli Indonesia. Rempah-rempah yang digunakan selain mempengaruhi aroma, rasa juga sebagai sumber antioksidan untuk tubuh kita yang akan menangkal Corona," kata Akademisi Universitas Trisakti Dr Saptaring Wulan di Kepulauan Meranti, Riau, Minggu.

Wulan mengatakan bahwa sagu memiliki begitu banyak potensi untuk bisa diolah menjadi makanan lezat. Saat ini, sedikitnya terdapat 300 olahan makanan yang berhasil dikembangkan bersumber dari tanaman endemik di Kabupaten Kepulauan Meranti itu.

Selain mi sagu yang kini tengah naik daun sebagai makanan populer di Indonesia, dia mengatakan ternyata sagu bisa diolah menjadi butiran beras serta diolah menjadi nasi. Upaya pengembangan dan penelitian sagu menjadi butiran beras itu berlangsung sejak 2017 silam dengan melibatkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Kini, Wulan mengatakan beras sagu telah dipasarkan di Jakarta. Untuk satu kilogram beras sagu dipasarkan Rp50 ribu. Dia menjelaskan bahwa inovasi nasi sagu rempah yang lebih mirip dengan nasi briyani itu sejatinya bertujuan untuk mengurangi aroma asam sagu.

Namun, seiring waktu berjalan hasil riset yang dia lakukan ternyata nasi sagu rempah kaya akan bahan antioksidan. Hal itu karena bumbu rempah yang digunakan terdiri dari cengkeh, kapulaga, kayu manis, serai, jahe dan bermacam rempah lainnya.

"Nah rempah-rempah itu yang mengandung antioksidan tinggi," ujarnya.

Selain itu, dia juga mengaku bahwa nasi sagu sangat baik untuk pengganti beras padi bagi pada penderita diabetes karena kandungan glukosa yang lebih rendah. Untuk itu, dia mengatakan akan terus berupaya mendorong sagu sebagai bahan makanan utama dan diterima masyarakat Indonesia dengan baik.

Sementara itu, Deputi IV Bidang Penelitian dan Pengembangan Badan Restorasi Gambut (BRG) Haris Gunawan mengatakan bahwa inovasi-inovasi yang dilakukan oleh Wulan tersebut akan memberikan beragam manfaat dalam upaya pelestarian gambut, terutama dari sisi sosial ekonomi masyarakat atau revitalisasi ekonomi.

Haris mengatakan bahwa sagu ibarat mutiara di Kabupaten Kepulauan Meranti. Sagu juga merupakan sahabat sejati bagi gambut. Habitat sagu yang harus hidup di tanah basah menjadi paduan sempurna menjaga gambut tetap sehat.

"Dulu nenek moyang kita menjadikan sagu sebagai bahan makanan sebelum ada beras. Mengapa BRG perlu hadir di sini, karena salah satu lokasi penting restorasi kita di sini, diawali pembangunan dekat kanal oleh Presiden Joko Widodo 2014 lalu," ujarnya.

Dengan upaya restorasi itu, dia mengatakan masyarakat Desa Sungai Tohor dan Pulau Tebing Tinggi secara khusus bisa bangkit dan mulai kembali bersahabat dengan alam.

Festival Sagu Nusantara dilaksanakan di Desa Sungai Tohor selama dua hari sejak Sabtu kemarin (14/3). Kegiatan itu berlangsung berkat kolaborasi antara Pemerintah Desa setempat, Sekolah Ekologi Indonesia dan BRG.

"Ada tiga hal besar yang ingin kami capai melalui Festival Sagu Nusantara 2020 ini," imbuh Haris.

Pertama, ia menilai bahwa Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki bentuk kesatuan hidrologis gambut (KHG) yang unik. Meranti sebagai kabupaten dengan gugusan pulau gambut di bibir Selat Malaka secara fisik hanya mendapat pembasahan dari air hujan dan sangat rentan kering.

Selama ini, BRG melaksanakan restorasi di Kabupaten Kepulauan Meranti menjadikan wilayah itu sebagai model untuk pemulihan gambut di lokasi lainnya di Indonesia. "Restorasi yang selama ini dikerjakan, memberikan dampak bagi pemulihan hidrologi pada beberapa lokasinya. Sehingga restorasi gambut perlu dipermanenkan dengan pendekatan kesatuan hidrologis berbasis penggunaan data-data ilmiah gambut yang komprehensif," jelasnya.

Selanjutnya, dia mengatakan melalui Festival Sagu Nusantara yang dibuka secara resmi serta dihadiri oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Koperasi itu menjadi ajang konsolidasi sosial.

Ia menjelaskan modalitas sosial masyarakat dan para pihak masih perlu didekatkan dengan tujuan pemulihan gambut yang berdampak pada berkembangnya kebun-kebun sagu dan hutan berbasis masyarakat.

Selanjutnya, Haris mengatakan dalam kegiatan tersebut selain menjadi ajang unjuk kebolehan masyarakat dalam mengolah beragam produk tradisional olahan sagu, juga turut mengundang para akademisi Universitas Riau, Brawijaya, Universitas Indonesia dan Trisakti untuk diskusi beragam terobosan pengembangan komoditas ramah gambut itu.

"Pengembangan hulu hilir komoditi sagu, BRG mengundang narasumber dari berbagai keilmuwan untuk mendiskusikan terobosan pemikiran dan aksi dalam rangka pengembangan komoditi sagu secara simultan dengan pemulihan gambut dan revitalisasi ekonomi berbasis masyarakat," ujarnya.