Greenpeace sebut banjir Jakarta sebagai peringatan dampak perubahan iklim

id Banjir jakarta ,Banjir 2020,Perubahan iklim

Greenpeace sebut banjir Jakarta sebagai peringatan dampak perubahan iklim

Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak (ujung kiri) dan Direktur Eksekutif WALHI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi (ujung kanan) dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (6/1) (ANTARA/Prisca Triferna)

Jakarta, (ANTARA) - Curah hujan ekstrem yang ikut berperan menjadi penyebab banjir yang terjadi di Jakarta dan kawasan sekitarnya merupakan salah satu bentuk peringatan dampak dari perubahan iklim, menurut Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak.

"Ini sudah menjadi indikator kunci akan dampak perubahan iklim yang makin nyata dan merusak ketika menjadi penyebab terjadinya banjir," ujar Leonard ketika ditemui dalam konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil di Kantor LBH Jakarta pada Senin.

Wilayah Jabodetabek mengalami curah hujan tertinggi sepanjang sejarah selama 154 tahun terakhir dengan 377 mm/hari yang terjadi di daerah Halim Perdanakusuma. Akibatnya daerah Jakarta lumpuh karena genangan air yang di beberapa titik mencapai ketinggian dua meter.

Total 60 orang meninggal dunia sampai dengan Sabtu (4/1) akibat banjir yang terjadi di Jabodetabek, menurut catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Koalisi Masyarakat Sipil, yang terdiri dari LBH Jakarta, WALHI DKI Jakarta, Greenpeace Indonesia dan Rujak Center for Urban Studies, mengimbau agar pemerintah lintas provinsi dan pemerintah pusat untuk lebih serius mengatasi persoalan banjir yang melingkupi Jakarta dan sekitarnya.

Permasalahan yang dialami Jakarta secara khusus bukanlah hal baru tapi sudah terjadi beberapa kali dengan skala yang berbeda karena wilayahnya yang sudah terdegradasi, menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi.

"Banjir di Jakarta terjadi karena dua hal yang pertama situasi iklim, yang kedua krisis ekologi dengan tata ruang kita tidak terkontrol dengan baik oleh pemerintah," ujar Tubagus.

Selain itu, menurut dia, terdapat permasalahan tata kelola daerah aliran sungai (DAS) yang tidak menunjukkan perubahan signifikan, mempengaruhi Jakarta yang rentan terkena banjir. (*)