Bendrianto Didaulat Sebagai Raja Rantau Duo Baleh Koto

id Raja

Bendrianto Didaulat Sebagai Raja Rantau Duo Baleh Koto

Daulat yang dipertuan Rajo Alam Minangkabau Pagaruyung Darul Qoror Sultan Muhammad Farit Thaib Tuanku Abdul Fatah (kiri) dan Bendrianto Yang Dipertuan Maharjo Bungsu saat prosesi melewakan gelar Rajo Rantuo Duo Baleh Koto, Minggu. (ANTARA SUMBAR/ist)

Padang Aro (ANTARA) - Bendrianto didaulat menjadi "Yang Dipertuan Maharjo Bungsu" atau raja rantau duo baleh koto di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat menggantikan Syafril yang mangkat pada 24 September 2019.

Prosesi penobatan dan malewakan gelar Raja Rantau Duo Baleh Koto kepada Bedrianto Yang Dipertuan Maharjo Bungsu dihadiri langsung oleh Daulat yang dipertuan Rajo Alam Minangkabau Pagaruyung Darul Qoror Sultan Muhammad Farit Thaib Tuanku Abdul Fatah serta Wakil Bupati Solok Selatan Abdul Rahman, Kapolres AKBP Imam Yulisdianto Dandim 0309 Solok Letkol Priyo Iswahyudi yang diwakili Danramil Sangir Kapten Inf Afrizal, di Padang Aro, Minggu.

Daulat yang dipertuan Rajo alam Minangkabau Pagaruyung Darul Qoror Sultan Haji Dokter Muhammad Farit Thaib Tuanku Abdul Fatah berpesan supaya Bendrianto Yang Dipertuan Maharjo Bungsu menjalankan amanah sebaik-baiknya sesuai pepatah minang "adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah".

"Pepatah ini sudah ditetapkan sejak 1403 masehi atau 804 hijriah oleh raja pertama Pagaruyung Editiawarman", katanya.

Dia mengatakan, penobatan Bendrianto sebagai Yang Dipertuan Maharjo Bungsu sudah ditetapkan saat pendahulunya Safril meninggal dunia.

"Patah Tumbuh Ilang Baganti jadi saat Safril meninggal ninik mamak nan 36 di Rantau Duo Baleh Koto langsung mendapat penggantinya yaitu Bedrianto yang hari ini dilewakan," ujarnya.

Dia berharap, Pemerintah Daerah bisa membimbing ninik mamak supaya dapat membantu pembangunan baik Sumber Daya Manusia maupun secara fisik.

Wakil Bupati Solok Selatan Abdul Rahman mengatakan, berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak menepikan raja-raja di Nusantara.

"Bahkan konstitusi juga menjunjung hak-hak adat yang ada di nusantara," ujarnya.

Dia mengatakan, Pemerintah daerah dari waktu ke waktu sudah melakukan peningkatan kapasitas pemangku adat.

Dari dana desa katanya, sebagiannya digunakan untuk peningkatan kapasitas pemangku adat.

Sedangkan untuk pembangunan rumah adat dari dana pemerintah selama ini terkendala regulasi.

"Kedepan bagaimana caranya supaya anggaran pemerintah bisa juga untuk pembangunan balai adat atau rumah adat," katanya.(*)