Dishut Sumbar imbau masyarakat jangan membuka lahan dengan cara membakar

id Erly Sukrismanto

Dishut Sumbar imbau masyarakat jangan membuka lahan dengan cara membakar

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar, Erly Sukrismanto di Solok, Senin. (Antara Sumbar/Tri Asmaini)

Arosuka, (ANTARA) - Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat mengimbau masyarakat untuk tidak membuka lahan perladangan dengan cara membakar, karena akan memperparah kondisi lingkungan yang sudah terkontaminasi asap kiriman dari provinsi tetangga.

"Ambang batas udara akibat asap yang menyelimuti Sumbar mulai mengkhawatirkan. Walaupun asap cuma kiriman lebih provinsi tetangga," kata Kepala Bidang Perlindungan hutan, Dinas Kehutanan Sumbar, Mgo Senatung di Solok, Senin (16/9).

Ia menyebutkan selain asap kiriman dari Riau, ada beberapa titik api juga di Sumbar yang memperparah kualitas udara saat ini.

"Beberapa titik api Sumbar seperti di Pulau Punjung, Lembah Gumanti, Pancung Soal (Sijunjung) ada empat titik, dan lainnya," sebutnya.

Apalagi kasus kebakaran hutan lindung suaka margasatwa di Nagari Saniang Baka ini memperparah kualitas udara dan merusak ekosistem suaka margasatwa di Kabupaten Solok.

Menurutnya, walaupun titik api di Sumbar belum sebanyak daerah lain, tapi tetap saja akan memperburuk kondisi lingkungan dan dikhawatirkan akan menjadi bencana nasional karena meningkatnya penderita Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA).

Pihaknya telah melakukan berbagai hal mulai dari patroli, sosialisasi, monitoring, bimbingan teknis, dan membentuk gerakan masyarakat peduli api untuk mengurangi terjadinya kebakaran hutan di Sumbar.

"Kasus kebakaran lahan di Nagari Saniang Baka seluas dua hektar di ketinggian 646 MDPL diketahui dari alat pemantauan satelit yang langsung mendeteksi lokasi secara cepat dan akurat," ujarnya.

Jika masyarakat membakar lahan apalagi hutan lindung akan dapat diketahui dari kantor Padang dengan alat pendeteksi tersebut yang dapat dipantau setiap jam, bahkan menit.

Menurutnya, jika masyarakat ingin membuka lahan, tidak harus dengan membakar. Tapi dengan memanfaatkan hujan yang dapat melapukkan kayu dalam waktu berangsur.

"Sumbar memiliki 21 kawasan konservasi, dan hanya ada 47 polisi kehutanan sehingga kekurangan sumberdaya untuk turun ke lapangan," katanya.

Sementara Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar, Erly Sukrismanto mengatakan tempat kebakaran hutan di Nagari Saniang Baka yang akan dijadikan lahan pertanian merupakan kawasan hutan lindung suaka margasatwa Barisan.

Menurutnya, untuk memasuki tempat perlindungan suaka margasatwa tersebut harus memiliki surat izin masuk kawasan konservasi (Simaksi).

"Jadi, tidak boleh sembarangan membakar lahan, apalagi hutan lindung," ujarnya.

Pihaknya akan semakin perketat pengawasan hutan, apalagi dengan adanya sistem yang mendeteksi dan memberi peringatan dini tentang titik api kebakaran hutan.

Ia akan mulai menganggarkan dana untuk petugasnya melakukan patroli memantau hutan.

Selain itu BKSDA akan memperbanyak patok-patok penanda kawasan hutan lindung dengan hutan masyarakat untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang merusak kawasan konservasi. (*)