Pemberitaan media massa tekan jumlah perdagangan satwa dilindungi, kata BKSDA

id Erly Sukrismanto

Pemberitaan media massa tekan jumlah perdagangan satwa dilindungi, kata BKSDA

Kepalas BKSDA Sumatera Barat, Erly Sukrismanto (kanan). (Antarasumbar/Noviaharlina)

Sejak akhir 2017 pemberitaan penegakan hukum tentang perdagangan satwa liar membuat masyarakat banyak yang menyerahkan hewan peliharaannya ke BKSDA
Padang, (Antaranews Sumbar) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat menyatakan banyaknya pemberitaan media massa tentang penegakan hukum atas perdagangan satwa liar mampu menekan jumlah aktivitas ilegal tersebut.

"Sejak akhir 2017 pemberitaan penegakan hukum tentang perdagangan satwa liar membuat masyarakat banyak yang menyerahkan hewan peliharaannya ke BKSDA," kata Kepala BKSDA Sumbar, Erly Sukrismanto di Padang, Senin.

Menurutnya hal ini terjadi sejak masifnya pemberitaan tentang salah satu oknum kader konservasi yang ketahuan memperdagangkan kukang pada akhir 2017 sehingga terjadi tren peningkatan penyerahan satwa liar dilindungi.

Sejak Januari hingga Maret 2018 ini saja, sudah ada 10 penyerahan satwa dilindungi yang dilakukan langsung oleh masyarakat, dengan beragam jenis hewan seperti ular, burung dan yang terbaru kucing hutan.

"Hal ini juga karena tegasnya penegakan hukum penjual kukang di Agam lalu yang divonis 3 tahun 6 bulan, tampaknya masyarakat mulai ada kesadaran bahwa memelihara satwa dilindungi tidak dibenarkan," ujarnya.

Tak sedikit warga yang sengaja memilih menyerahkan satwa liar yang dipelihara kepada BKSDA, meski sebetulnya satwa liar tersebut tidak dilindungi. Erly menjelaskan adanya peningkatan kesadaran masyarakat bahwa memelihara satwa dilindingi merupakan bentuk pelanggaran hukum dan ancamannya penjara dan denda yang cukup berat.

"Jadi kalau ragu apakah dilindungi atau tidak, coba laporkan kepada BKSDA untuk dicek. Karena kalau diserahkan pemelihara tidak salah," katanya.

Ia menilai pemberitaan di media massa dan tersebar di media sosial berdampak besar dalam penyelamatan mulai dari perburuan hingga jual beli satwa dilindungi.

Sementara Yayasan International Animal Rescue Indonesia (YIARI) memantau 50 grup jual beli satwa liar di media sosial dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir.

"Hasilnya diketahui adanya penurunan iklan perdagangan kukang yang disebabkan oleh kegiatan penegakan hukum terhadap pelaku disertai dengan pemberitaan kasus di media massa kemudian diviralkan," Ketua Yayasan IAR Indonesia, Tantyo Bangun.

Yayasan IAR Indonesia juga mencatat, kegiatan penegakan hukum terhadap para pelaku kasus jenis satwa lain seperti elang, kucing hutan, owa, lutung, siamang, dan satwa dilindungi yang biasa dijadikan sebagai hewan peliharaan, turut berdampak terhadap penurunan jumlah kukang yang diperdagangkan.

Artinya, memang ditemukan hubungan linear antara peningkatan kegiatan penegakan hukum terhadap pelaku, serta naiknya pemberitaan kasus dapat meminimalisir perdagangan satwa dilindungi khususnya kukang. (*)