Perkembangan industri halal Indonesia masih rendah, di bawah Malaysia dan Brunei

id Ikhsan Abdullah

Perkembangan industri halal Indonesia masih rendah, di bawah Malaysia dan Brunei

Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah dalam Pelatihan Pendampingan Pelaku Usaha dan UMKM untuk Memperoleh Sertifikasi Halal di Jakarta, Selasa (26/3/2019). (ANTARA/Dewanto Samodro)

Jakarta, (ANTARA) - Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah mengatakan Indonesia yang tengah menjadi perhatian dunia karena sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, namun perkembangan industri halalnya masih rendah.

"Kita masih di bawah negara lain, seperti Malaysia, Brunei Darussalam dan negara Asia Tenggara lainnya," kata Ikhsan di sela-sela pelatihan pendampingan pelaku usaha dan UMKM untuk memperoleh sertifikasi halal di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan Indonesia tidak masuk dalam 10 besar industri makanan dan minuman halal, pariwisata, mode busana, media dan rekreasi.

Sedangkan di bidang industri halal lainnya, Indonesia peringkat sembilan di industri keuangan dan peringkat delapan di industri farmasi.

"Pelaku usaha di Indonesia jangan ragu untuk melakukan sertifikasi halal. Indonesia memiliki pasar halal yang besar karena mayoritas beragama Islam," katanya.

Ikhsan mengatakan sertifikasi halal justru bisa meningkatkan penjualan. Hal itu sudah terbukti terhadap beberapa barang yang dijual pelaku usaha.

"Sertifikasi halal merupakan kewajiban sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, meskipun sebelumnya juga ada pelaku usaha yang melakukan sertifikasi halal karena menyasar pasar Muslim," katanya.

Ikhsan mengatakan Indonesia Halal Watch mengadakan pelatihan pendampingan pelaku usaha dan UMKM untuk memperoleh sertifikasi halal untuk menyongsong era wajib sertikasi halal sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Jaminan Produk Halal.

Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Produk Halal menyebutkan produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikasi halal.

Ayat (1) Pasal 67 Undang-Undang tersebut menyatakan kewajiban sebagaimana diatur pada Pasal 4 berlaku lima tahun sejak Undang-Undang tersebut diundangkan, yang berarti akan jatuh pada 17 Oktober 2019. (*)