Anggota DPR paling rendah dalam pelaporan LHKPN

id Febri Diansyah,LHKPN

Anggota DPR paling rendah dalam pelaporan LHKPN

Juru Bicara KPK Febri Diansyah. (ANTARA /Makna Zaez)

Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Penyerahan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) oleh anggota DPR dinilai paling rendah karena hanya 40 orang dari 524 anggota DPR RI (7,63 persen) yang sudah melaporkan LHKPN ke KPK.

"KPK mengajak kembali agar pimpinan instansi atau lembaga negara segera menginstruksikan pada penyelenggara negara di jajarannya untuk melaporkan LHKPN," kata Juru Bicara KPK RI Febri Diansyah di Jakarta, Senin.

Berdasarkan data Direktorat Pelaporan LHKPN KPK, tingkat kepatuhan LHKPN penyelenggara negara untuk menyerahkan LHKPN-nya secara total baru 17,8 persen atau 58.598 orang dari jumlah wajib lapor 329.142 orang.

Ia menyebutkan tingkat kepatuhan pelaporan dari bidang eksekutif sebanyak 18,54 persen, yaitu sudah lapor 48.460 orang dari wajib lapor 260.460 orang; bidang yudikatif, kepatuhannya 13,12 persen yaitu sudah lapor 3.129 orang dari wajib lapor 23.855 orang.

Selanjutnya, MPR RI sebanyak 50 persen karena hanya seorang yang sudah melaporkan LHKPN dari total dua orang wajib lapor; anggota DPD RI sudah melapor 60,29 persen dengan perincian sudah lapor 82 orang dari wajib lapor 136 orang.

Anggota DPRD tingkat kepatuhannya juga hanya 10,21 persen dengan perincian sudah lapor 1.665 orang dengan wajib lapor 16.310 orang dan BUMN/BUMD tingkat kepatuhannya 19,34 persen yang sudah lapor 5.387 orang dari wajib lapor 27.855 orang.

"Masih ada waktu sampai 31 Maret 2019 untuk melaporkan perubahan harta 2018. Kami apresiasi juga lebih dari 58 ribu penyelenggara negara yang sudah melaporkan perkembangan harga kekayaannya pada hari-hari awal," tambah Febri.

Ia berharap 58.598 orang penyelenggara negara yang sudah menyerahkan LHKPN tersebut dapat menjadi contoh bagi penyelenggara negara yang lain.

"Jika pertama kali melaporkan, tentu seluruh kekayaan yang dimiliki yang dilaporkan," ujarnya.

Mendatangi Instansi

KPK juga sedang mempertimbangkan mendatangi instansi-instansi yang membutuhkan untuk membantu pelaporan.

Salah satunya DPRD Provinsi DKI Jakarta karena kepatuhan pada tahun 2018 adalah 0 persen sehingga ada kemungkinan KPK akan mendatangi agar bisa membantu para anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta untuk lebih mudah melaporkan LHKPN

"Jika dibutuhkan, Direktorat LHKPN juga dapat menugasi tim untuk membantu PN yang ada di DPR RI atau instansi lain," tambah Febri.

Febri menyebutkan 10 provinsi yang penyelenggara negara dengan tingkat pelaporannya paling rendah adalah Sulawesi Utara (1,3 persen), NTT (3,4 persen), Maluku (4,02 persen), Kalimantan Timur (4,27 persen), Kalimantan Tengah (4,65 persen), Kalimantan Barat (5,5 persen), Kalimantan Selatan (6,49 persen), Sulawesi Barat (6,54 persen), Papua (6,98 persen), dan Yogyakarta (8,49 persen).

Sebagai upaya pencegahan, KPK telah mendatangi 75 instansi selama Januari dan Februari 2019 untuk memberikan bimbingan teknis LHKPN, koordinasi dan rekonsiliasi data pelaporan LHKPN hingga training on trainer (ToT) LHKPN.

Beberapa instansi yang didatangi, di antaranya Mahkamah Agung (15/1), Kementerian Perdagangan (22/1), sejumlah DPRD dan kantor perwakilan partai politik di daerah, sejumlah BUMN/BUMD dan kantor kejaksaan di daerah.

Beberapa DPRD yang telah ditangani, di antaranya DPRD provinsi, kabupaten/kota se-Provinsi Jambi, DPRD provinsi, kabupaten/kota se-Provinsi Kalimantan Tengah, serta DPRD Jepara, Blora, dan Sukoharjo.

Parpol

Beberapa kantor parpol yang telah ditangani, di antaranya parpol se-Provinsi Maluku, parpol se-Provinsi Sumatera Selatan, parpol se-Provinsi Jawa Timur, dan parpol se-Provinsi Jawa Tengah.

"Kami imbau agar para gubernur mengingatkan penyelenggara yang ada di bawahnya untuk melaporkan LHKPN," tambah Febri.

Saat ini, ada sejumlah peraturan yang mengatur mengenai pelaporan LHKPN, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi.

Selain itu, Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: KEP. 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara; Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi; dan Surat Edaran Nomor: SE/03/M.PAN/01/2005 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.

Berdasarkan ketentuan tersebut, ada sejumlah kewajiban bagi para penyelenggara negara, yaitu (1) Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat; (2) Melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi, dan pension; (3) Mengumumkan harta kekayaannya.

Penyelengara negara yang wajib menyerahkan LHKPN adalah: (1) Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;(2) pejabat negara pada lembaga tinggi negara; (3) menteri; (4) gubernur; (5) hakim; (6) pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketujuh, direksi, komisaris dan pejabat structural lainnya sesuai pada bumn dan bumd; (8) pimpinan Bank Indonesia; (9) pimpinan perguruan tinggi negeri; (10) pejabat eselon i dan ii dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan Polri; (11) jaksa; (12). penyidik; (13) panitera pengadilan; dan pemimpin dan bendaharawan proyek; (14) semua kepala kantor di lingkungan departemen keuangan; (15) pemeriksa bea dan cukai; (16) pemeriksa pajak; (17) auditor; (18) pejabat yang mengeluarkan perijinan; (19) pejabat/kepala unit pelayanan masyarakat; dan (20) pejabat pembuat regulasi.

Sanksi bagi mereka yang tidak menyerahkan LHKPN tertuang di dalam Pasal 20 UU Nomor 28 Tahun 1999, yaitu pengenaan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. (*)