Angkutan umum di Riau kritik tingginya pajak Pertalite

id BBM

Angkutan umum di Riau kritik tingginya pajak Pertalite

Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). (ANTARA SUMBAR/Mario S Nasution)

Kenapa harga Pertalite di Sumut dan Sumbar bisa lebih murah dari Riau, padahal provinsi ini punya penyulingan minyak di Sei Pakning
Pekanbaru, (Antaranews Sumbar) - Para pengendara angutan umum tergabung dalam Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Pekanbaru mengkritik Pemerintah Provinsi setempat yang menetapkan pajak Pertalite terlalu tinggi sehingga penyebabkan mahalnya harga Bahan Bakar Khusus (BBK) itu.

"Kenapa harga Pertalite di Sumut dan Sumbar bisa lebih murah dari Riau, padahal provinsi ini punya penyulingan minyak di Sei Pakning," kata Ketua Organda Kota Pekanbaru, Syaiful Alam di Pekanbaru, Senin.

Menurut dia, mahalnya Pertalite tersebut telah memberatkan biaya operasional sekitar 1.500 angkutan umum seperti taxi dan oplet setempat.

Syaiful Alam menyatakan tingginya patokan Pajak Bahan Bakar Kenderaan Bermotor (PBBKB) Bahan Bakar Khusus (BBK) yang dipatok Provinsi Riau sebesar 10 persen sejak 2012 untuk kondisi saat kini telah menyebabkan harga Pertalite lebih mahal ketimbang provinsi lain.

Dengan demikian, tegasnya, hal itu telah memberatkan angkutan umum karena biaya operasional yang bertambah sementara ongkos tidak ada revisi.

Ia menegaskan dengan adanya gonjang-ganjing kenaikan harga Pertalite hingga kini pihaknya menantikan hampir sebulan adanya proses revisi terhadap Peraturan Daerah tentang Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Bahan Bakar Khusus tersebut.

"Apalagi semenjak naiknya harga Pertalite awal tahun lalu jadi Rp8.000 per liter, pengelola angkutan umum taxi dan oplet menjerit, premium terbatas terpaksa mereka gunakan Pertalite tetapi harganya terlalu mahal," ujarnya.

Ia menilai harusnya pemerintah daerah cepat tanggap dan memikirkan keberpihakan bagaimana agar angkutan umum ini menjadi satu-satunya transportasi yang kondusif sebagai angkutan kota guna mengurangi kemacetan.

Ia setuju angkutan kota menggunakan Pertalite karena akan ramah lingkungan dan mengurangi polusi udara, selain juga bisa memberikan penghematan dan keawetan suku cadang jangka panjang.

Namun ia berharap harga Pertalite harus bersaing dengan premium jangan terlalu mahal, jangan pemerintah mengambil pajak terlalu tinggi, apalagi di tengah krisis ekonomi saat ini.

Ia yakin jika harga Pertalite bersaing dengan Premium pengelola angkutan umum akan lebih memilih bahan bakar yang memiliki RON lebih baik itu karena jelas menguntungkan.

"Kalau harga Pertalite bersaing dengan Premium saya yakin orang lebih memilih Pertalite," tegasnya.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Riau (UR) Dahlan Tampubolon menganlisa seharusnya Pemerintah Provinsi Riau bisa menerapkan besaran Pajak Bahan Bakar Kenderaan Bermotor untuk kondisi saat ini sebesar 6,5 persen saja.

"Besaran 10 persen itu tertinggi di Indonesia," katanya.

Ia menyebutkan, pemerintah daerah dapat merevisi Pajak Bahan Bakar Kenderaan Bermotor selama dalam batas yang ditetapkan di dalam UU 28/2009 yakni terendah lima persen tertinggi 10 persen.

Karena pajak yang cukup tinggi ini akan menggerus daya beli masyarakat dan berpengaruh kepada perputaran roda perekonomian.