KPU verifikasi kekurangan berkas calon perseorangan, jika memenuhi syarat bisa melaju ke pilkada

id Muhammad Sawati

KPU verifikasi kekurangan berkas calon perseorangan, jika memenuhi syarat bisa melaju ke pilkada

Ketua KPU Padang, Muhammad Sawati. (Antara Sumbar/Novia Harlina)

Pasangan perseorangan Syamsuar Syam-Misliza telah menyerahkan 35.000 KTP sebagai syarat dukungan dan saat ini sedang diverifikasi administrasi, setelah itu dilakukan verifikasi faktual

Padang, (Antaranews Sumbar) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Padang, Sumatera Barat memverifikasi kekurangan berkas dukungan calon perseorangan yang mengikuti pemilihan wali kota dan wakil wali kota 2018.

"Pasangan perseorangan Syamsuar Syam-Misliza telah menyerahkan 35.000 KTP sebagai syarat dukungan dan saat ini sedang diverifikasi administrasi, setelah itu dilakukan verifikasi faktual," kata Ketua KPU Padang, Muhammad Sawati di Padang, Jumat.

Pasangan perseorangan tersebut sebelumnya kekurangan syarat dukungan 29.060 KTP, dan jika 35.000 syarat yang dikumpulkan setelah verifikasi memenuhi kekurangan itu maka pasangan tersebut bisa melaju pada pilkada 2018.

Sebelumnya pasangan Syamsuar Syam-Misliza yang juga suami istri itu pendaftarannya digugurkan oleh KPU Padang karena tidak adanya surat laporah harta kekayaan dari KPK.

Namun yang bersangkutan menggugat ke Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Padang. Panwaslu memutuskan yang bersangkutan bisa mengikuti Pilkada 2018.

Pascaputusan itu, KPU mempersilahkan pasangan perseorangan Syamsuar Syam-Misliza melengkapi syarat dukungan sebanyak 29.060 KTP agar sayarat minimal dukungan sebanyak 41.116 KTP dan surat laporan harta kekayaan dari KPK.

KPU menyatakan proses melengkapi dan memverifikasi berkas pasangan calon perseorangan tersebut akan dilakukan hingga 11 Februari 2018.

"Jika lengkap, maka kami akan lanjutkan sesuai prosedur yang ada," ujarnya.

Sebelumnya Pengamat Politik dari Universitas Negeri Padang (UNP), Dr Eka Vidya menilai KPU Pusat perlu membuat aturan mengenai pasangan suami istri yang mengikuti pilkada.

"Jika terpilih dan menjabat, maka praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) terbuka lebar," katanya.

Memang tidak ada aturan yang melarang hal tersebut, ujarnya baik dari undang-undang maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU), namun jika menjabat akan ada banyak permasalahan yang muncul, salah satunya KKN itu.

Ia menjelaskan banyak kasus pasangan suami istri yang menjabat, bahkan pada lembaga berbeda terjerat kasus korupsi, jika keduanya kepala daerah akan lebih terbuka lagi peluang tersebut. (*)