Hakim Kenakan Pasal Berbeda Putusan Ahok, Jaksa: Tidak Masalah

id Putusan, Ahok, Penistaan, Agama

Hakim Kenakan Pasal Berbeda Putusan Ahok, Jaksa: Tidak Masalah

(ANTARA FOTO/POOL/Dharma Wijayanto)

Jakarta, (Antara Sumbar) - Ali Mukartono, Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan bahwa Majelis Hakim boleh saja menggunakan Pasal 156a KUHP untuk menjatuhkan vonis terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Ali menyatakan bahwa dalam surat dakwaan, Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman lima tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman empat tahun penjara.

"Boleh karena itu di dalam surat dakwaan, hakim kan bisa punya sikap berbeda," kata Ali seusai sidang pembacaaan putusan terhadap Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa.

Lebih lanjut, Ali menyatakan bahwa memang dimungkinkan terdapat perbedaan soal tuntutan dan vonis yang dijatuhkan kepada Ahok.

"Bukan positif atau negatif tetapi memang dimungkinkan ada perbedaan pendapat masing-masing otoritas," ucap Ali.

Sementara itu, Ahok langsung ditahan di Rutan Cipinang pasca penetapan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara seperti yang disebutkan dalam putusan.

"Langsung dilaksanakan, tidak ada protokol karena penetapan itu segera," ucap Ali.

Sementara itu, Ahok mengajukan banding atas vonis pidana penjara selama dua tahun yang diputuskan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

"Kepada saudara Jaksa maupun kepada terdakwa mempunyai hak untuk mengajukan upaya hukum selama tujuh hari ini setelah diucapkan putusan, yaitu berupa upaya hukum banding. Oleh karena itu saudara terdakwa untuk berkonsultasi dengan penasihat hukum sebelum ajukan sikap saudara," kata Dwiarso Budi Santiarto, Ketua Majelis Hakim persidangan Ahok.

"Kami akan melakukan banding yang mulia," kata Ahok.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum tetap menghormati atas putusan pidana penjara dua tahun terhadap Ahok itu.

"Kami hormati apa yang telah diputsan oleh Majelis Kakim pada pengadilan kami akan tentukan sikap dan waktu sesuai yang diatur dalam Undang-Undang," kata Ali.

Hakim Dwiarso pun mengingatkan kepada terdakwa walaupun sudah mengucapkan banding di persidangan ini harus dtindaklanjuti dengan membuat atau mencatatkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

"Nanti di situ saudara menandatangani akte banding bersama-sama dengan panitera dan di situ saudara sah resmi ajukan banding," ucap Dwiarso.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun terhadap terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

"Memperhatikan Pasal 156a huruf a KUHP dan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 serta ketentuan lain yang bersangkutan, mengadili menyatakan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa olah karena itu dengan pidana penjara selama dua tahun," kata Dwiarso.

Selanjutnya, kata dia, memerintahkan agar terdakwa ditahan, menetapkan barang bukti yang diajukan oleh penuntut umum berupa nomor satu dan seterusnya dan barang bukti yang diajukan oleh penasihat hukum berupa nomor satu dan seterusnya, seluruhnya tetap terlampir dan menjadi bagian yang tudak terpisahkan dari berkas perkara, membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp5.000.

Sebelumnya, JPU telah menuntut Ahok dengan menjatuhkan pidana penjara selama satu tahun dengan masa percobaan dua tahun.

"Maka disimpulkan perbuatan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sudah secara sah, terbukti, dan meyakinkan telah memenuhi rumusan-rumusan unsur pidana dengan pasal alternatif kedua pasal 156 KUHP," kata Ali Mukartono, Ketua Tim JPU saat membacakan tuntutan tersebut pada Kamis (20/4).

Sebelumnya, Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Pasal 156a KUHP menyebutkan pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Sementara menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara. (*)