KOGAMI: Sumbar Belum Prioritaskan Penanggulangan Bencana

id Agung Pambudi

Padang, (Antara Sumbar) - Direktur Eksekutif Komunitas Siaga Tsunami (Kogami) Kota Padang, Patra Rina Dewi menilai pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) hingga saaat ini belum menjadikan program penanggulangan bencana sebagai prioritas.

"Dari tahun ke tahun, mulai dari tsunami di Aceh, gempa di Sumbar pada 2009 dan hingga saat ini, Sumbar masih belum memprioritaskan siaga kebencanaan," kata dia saat dihubungi dari Padang, Rabu.

Menurutnya, hal itu ditunjukan dari anggaran yang masih kurang dan belum ada kegiatan-kegiatan yang mendukung sepenuhnya terkait program-program penanggulangan bencana di Sumbar.

Ia menyampaikan belum dijadikannya hal itu sebagai prioritas juga dapat dilihat dari sekolah-sekolah yang belum punya aktifitas rutin terkait siaga bencana.

"Padahal bisa dimasukan dalam ekstrakulikuler pada tiap semester. Namun hal ini belum dilaksanakan, padahal sangat dibutuhkan," ujarnya.

Selain itu, ia menyebutkan pihaknya secara umum telah membantu pemerintah sejak Kogami berdiri beberapa tahun lalu.

Hal itu melalui peraturan daerah penanggulangan bencana Kota Padang serta penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait sistem peringatan dini.

Namun, kebijakan-kebijakan berkelanjutan, lanjutnya, tidak bisa dilakukan begitu saja oleh Kogami sehingga perlu kesadaran dan kepedulian banyak pihak untuk mendesak pemerintah provinsi memprioritaskan hal itu.

Sementara Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar, Zulfiatno mengatakan bahkan program mitigasi bencana terancam sia-sia karena tidak bisa dilakukan secara berkesinambungan akibat keterbatasan anggaran yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

"Tanpa kesinambungan, mitigasi tidak ada gunanya," tegasnya.

Ia menyampaikan salah satu kegagalan mitigasi bencana terlihat saat gempa 7,8 SR pada 2 Maret 2016. Padahal, masyarakat Sumbar harusnya sudah paham hal yang harus dilakukan jika terjadi gempa berpotensi tsunami, namun ternyata mangalami kepanikan.

"Padahal, kami sudah melakukan beberapa kali simulasi tsunami yang dikemas dalam program mitigasi bencana. Namun, karena tidak berkesinambungan, maka hasilnya hanya seperti itu," ujarnya. (*)