Padang, (Antara Sumbar) - Alunan merdu kumandang nama-nama Allah atau Asmaul Husna yang dilantunkan tiga perempuan muda berkerudung, bergema memenuhi aula berukuran 25x10 meter.
Puluhan wanita lainnya yang hadir di ruangan bercat kuning itu, ikut bersama-sama melafalkan 99 nama Allah tersebut dengan khusyuk dan haru.
Mereka adalah para narapidana perempuan warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Muaro Padang yang sedang mengikuti kegiatan Pesantren Ramadhan.
Di depan ruangan tiga perempuan muda dengan mahir memandu seluruh peserta membaca Asmaul Husna, sementara peserta lainnya mengikuti bersama. Ada yang sambil melihat tulisan di kertas ada juga yang membaca dengan lancar karena sudah hafal.
Seakan tidak mau kalah dengan para pelajar tingkat SD hingga SMA di Padang yang juga tengah melaksanakan pesantren ramadhan, para narapidana itu serius mengikuti kegiatan yang diselenggarakan pihak Lapas bekerja sama dengan Pimpinan Wilayah Aisyiyah Sumbar.
"Semua orang pernah berbuat salah namun selalu ada kesempatan untuk memperbaiki diri dengan bertaubat," ucap Pimpinan Wilayah Aisyiyah Sumbar Meiliarni Rusli dalam ceramahnya.
Menyampaikan materi tentang taubat ia menggugah puluhan narapidana perempuan tersebut bahwa akan selalu ada kesempatan memperbaiki hidup.
"Saya yakin tidak ada seorang pun yang ingin berada di penjara, tapi jika memang sudah telanjur berbuat salah mari bertekad memperbaiki diri," lanjutnya.
Ia menekankan belum tentu orang yang berada di luar jeruji besi akan lebih baik di sisi Allah dibandingkan orang yang ada dalam penjara.
"Jangan pesimis menjalani hidup, tidak perlu berkecil hati kesempatan terbuka bagi siapa saja untuk jadi orang baik," katanya.
Puluhan narapidana terlihat menggangguk mendengar pemaparan yang disampaikan dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang itu.
Memakai pendekatan antara ibu dengan anak, Meiliarni menggugah hati para narapidana dengan lembut dan mengajak untuk bertaubat.
"Betapa pun besarnya kesalahan seseorang kalau bertaubat Allah akan mengampuni," katanya.
Ia melihat sebenarnya para narapidana tersebut berbuat kriminal adalah korban atau akibat kesalahan lingkungan pergaulan yang selama dan tidak ada tuntunan yang jelas.
Menurut dia para narapidana juga masyarakat biasa sebagaimana yang lain berhak mendapatkan bimbingan dan tuntunan agar kembali ke jalan yang benar.
Ia menilai ke depan peran keluarga perlu diperkuat mencegah terjerumusnya seseorang berbuat kriminal.
"Keluarga, masyarakat, sekolah harus bersinergi untuk menekan terjadinya individu-individu melakukan pelanggaran hukum," katanya.
Selain menggelar pesantren Aisyiyah Sumbar juga memberikan pelatihan keterampilan kepada narapidana perempuan seperti membuat kerajinan, merajut dan lainnya sebagai bekal ekonomi setelah keluar dari penjara.
Salah seorang narapidana perempuan Meli (bukan nama sebenarnya) merasa senang dapat mengkuti pesantren ramadhan.
Awalnya Meli tidak bersedia diwawancarai karena trauma atas kejadian yang menimpanya tahun lalu.
Ketika itu ia sedang berolahraga, tanpa disadari ada kameramen televisi yang mengambil gambar. Rupanya tayangan tersebut ditonton oleh anaknya di rumah.
"Saya malu dilihat anak di dalam penjara, anak saya tertekan ketika bertemu teman-temannya menyaksikan gambar saya di televisi," ujarnya.
Sehari-hari di luar Ramadhan terpidana korupsi itu bersama napi lain pada siang hari biasanya lebih banyak melakukan aktivitas mengerjakan kerajinan untuk mengisi waktu luang.
"Pada bulan Ramadhan setelah makan sahur kami shalat Subuh berjamaah, pukul 09.00 WIB mengikuti pesantren hingga siang," katanya.
Usai pesantren para narapidana beristirahat atau melakukan aktivitas lain hingga waktu berbuka tiba. Malam harinya melaksanakan shalat Tarawih dilanjutkan dengan tadarus.
Memasuki tahun ketiga menghuni penjara Muaro ia mulai bisa berdamai dengan keadaan.
Saat Lebaran tiba, di saat umat Islam bersuka cita merayakan Idul Fitri, Meli dan para narapidana lainnya hanya bisa menahan kesedihan dari balik jeruji besi.
"Saya tak kuasa menahan tangis mendengar suara takbir, orang lain bisa berkumpul dengan keluarga tercinta, kami terkungkung dalam penjara menjalani sisa hukuman," ucap perempuan yang dihukum penjara lima tahun itu.
Sementara salah seorang narapidana lainnya Idrianis sejak pagi telah menyiapkan baju kurung bermotif hitam kecokelatan berbalut jilbab kuning.
"Ada hal-hal yang selama ini tidak saya dapatkan setelah mengikuti pesantren jadi lebih banyak tahu soal ajaran agama," katanya.
Ia mulai menyadari dan dapat menerima kenyataan mengapa harus berada di penjara sebagai jalan hidup yang harus dijalani.
Terpidana korupsi yang dihukum 5 tahun 11 bulan itu mengaku semangat hidupnya bangkit dengan siraman rohani yang disampaikan penceramah.
Ia berharap pada Lebaran tahun ini memperoleh remisi sehingga masa hukumannya berkurang.
Kepala Lapas kelas II A Muara Padang Destri Syam mengatakan pesantren Ramadhan merupakan program pembinaan bagi narapidana perempuan yang diisi dengan beragam kegiatan keagamaan.
Ia menyebutkan saat ini jumlah narapidana perempuan 62 orang dan sebagian besar didominasi oleh kasus narkoba.
Melalui penyampaian tausiah oleh ustazah dari Aisyiyah Sumbar diharapkan menjadi motivasi untuk memperbaiki diri dan bekal setelah keluar dari penjara, katanya.
Sementara Kasi Bimbingan Narapidana dan Anak Didik Lapas Muaro Darwan mengatakan kegiatan pesantren ramadhan juga dibimbing oleh narapidana perempuan yang sudah senior.
Orang yang tinggi ilmu agamanya diberdayakan untuk membimbing narapidana lainnya seperti mengajar Al Quran dan shalat, katanya.
Ia menilai kegiatan ini cukup efektif untuk membimbing narapidana karena selama ini saat di luar mereka jarang mendapatkan sentuhan nilai-nilai agama.
Ada yang selama ini tidak tahu mana yang dilarang agama, setelah diberikan nasihat akhirnya menyadari apa yang boleh dan tidak boleh, katanya.
Selain menggelar pesantren pada pekan keempat Ramadhan juga akan dilaksanakan sejumlah lomba antar narapidana perempuan seperti Musabaqah Tilawatil Quran, Asmaul Husna dan lainnya.
Meski pun secara fisik mereka terkungkung di balik jeruji besi untuk menjalani masa hukuman namun para narapidana perempuan tetaplah manusia bisa yang juga punya hak dan kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki diri.