Disbudpar Padang: Balimau Belum Jadi Agenda Pariwisata

id Balimau, Disbudpar, Padang

Padang, (Antara Sumbar) - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar), belum akan menjadikan acara balimau sebagai agenda rutin wisata menjelang bulan Ramadhan.

"Balimau merupakan ritual mandi guna penyucian diri memasuki Ramadhan, ini sudah tradisi dari tahun ke tahun namun belum ada rencana untuk menjadikannya agenda pariwisata kota Padang," kata Kepala Disbudpar Padang, Medi Iswandi di Padang, Kamis.

Menurut dia sejumlah tempat wisata dapat menjadi lokasi balimau bagi warga Padang seperti Lubuak Tampuruang di Lubuak Minturun, Pantai Padang, dan tempat pemandian lainnya.

Sementara Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno mengingatkan pelaksanaan tradisi balimau di daerah itu menjelang masuk Ramadhan, agar tidak melenceng menjadi perbuatan syirik.

"Balimau ini adalah tradisi masyarakat Minang turun temurun untuk menyambut datangnya Ramadhan. Ini tidak mungkin kami larang. Tetapi, pelaksanaannya jangan sampai jatuh pada perbuatan syirik," katanya.

Ia menambahkan, agar hal itu tidak terjadi, maka pahami benar-benar ilmu agama.

"Melakukan sesuatu harus tahu ilmunya agar tidak tersesat. Demikian juga dalam hal menyambut Ramadhan," ujarnya.

Tradisi "balimau" yang dilakukan masyarakat Minang menyambut Ramadhan, sebagian dipahami sebagai upaya untuk membersihkan diri, membersihkan batin dengan bermaaf-maafan dengan sesama manusia.

Namun sebagian memahami balimau secara harfiah yaitu dengan membasahi diri mulai dari kepala hingga kaki. Karena itu, tempat wisata air seperti sungai-sungai, kolam renang dan lainnya selalu dipenuhi masyarakat jelang Ramadhan.

Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar, menegaskan tidak ada tradisi balimau menyambut Ramadhan dalam syariat Islam.

"Tradisi balimau itu bukan bagian dari syariat ataupun tata cara menyambut Ramadhan," kata Ketua MUI Sumbar, Gusrizal Gazhar.

Menurutnya, Ramadhan memang harus disambut dengan kegembiraan, namun jangan sampai melanggar syariat dalam mengekspresikannya. (*)