Praktisi : Kemampuan Membaca Pasar Kunci Memenangkan Persaingan

id Dony Oskaria

Padang, (Antara Sumbar) - Praktisi bisnis, Dony Oskaria mengemukakan kemampuan membaca selera pasar merupakan kunci untuk memenangkan persaingan bisnis di tengah terjadinya berbagai perubahan yang terus bergulir.

"Saat ini terjadi perubahan luar biasa, dulu kalau ingin punya usaha pakaian harus sedia modal Rp1 miliar untuk bangunan dan barang, sekarang cukup Rp300 ribu buat sampel pakaian, unggah ke situs online sudah bisa jualan," kata dia di Padang, Jumat.

Ia menyampaikan hal itu pada orasi ilmiah dalam rangka dies natalis ke-23 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Andalas (Unand), dengan tema "Strategi Pemahaman Costumer Behavior Dalam Memenangkan Kompetisi".

Menurutnya dengan adanya perubahan tersebut jika dulu yang bisa membuka usaha hanya terbatas, sekarang siapa pun bisa berjualan dan tentu saja yang akan unggul adalah mereka yang bisa membaca selera pasar dan perilaku konsumen.

"Dulu saluran penjualan itu dalam bentuk fisik berupa toko, sekarang berubah ke format digital ini mengubah perilaku masyarakat," ujarnya yang juga menjabat anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN).

Ia menambahkan perubahan tersebut membuat produk yang dijual di pasar menjadi sangat banyak dan beragam, berbeda dengan dulu yang masih terbatas karena orang sulit untuk masuk.

"Jika dulu hanya 10 orang yang bisa jadi pengusaha, sekarang 1.000 orang bisa jadi pengusaha, akibatnya banjir produk," lanjutnya yang menjabat Komisaris Garuda Indonesia.

Akibatnya, menurutnya pemenang adalah mereka yang kreatif mampu memahami selera pasar, tidak statis dan selalu melakukan inovasi.

Ia menambahkan faktor penentu lahirnya perusahaan yang inovatif dan kreatif tersebut adalah sumber daya manusia yang dimiliki.

Sebelumnya anggota KEIN, Irfan Wahid mengemukakan pengembangan ekonomi kreatif di Tanah Air terkendala oleh terbatasnya sumber daya manusia (SDM).

Menurutnya belajar dari pengalaman di negara maju seperti Amerika Serikat sejak dini pelajar di sana telah diajarkan berpikir tentang ekonomi kreatif sejak di bangku sekolah.

Berikutnya ia melihat persoalan lain yang mengemuka adalah minimnya inovasi sehingga timbul kecenderungan untuk meniru.

"Misalnya saat melihat sesuatu yang baru, maka akan langsung ditiru tanpa melakukan inovasi," ujarnya.

Berikutnya ia menilai pengembangan ekonomi kreatif terkendala minimnya ilmu tentang merek sehingga sering asal jadi dan lemahnya jaringan. (*)