Jakarta, (Antara) - Kuasa hukum terdakwa kasus suap terkait pembahasan APBN-P 2013 Kementerian ESDM, Sutan Bhatoegana, melaporkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Asiadi Sembiring yang menangani perkara praperadilannya ke Komisi Yudisial atas dugaan pelanggaran kode etik.
"Kedatangan kami ke sini mau menyampaikan pengaduan terhadap pelanggaran perilaku dan kode etik yang dilakukan oleh hakim tunggal Asiadi Sembiring di dalam memutuskan perkara kami dimana permohonan (praperadilan) kami digugurkan," ujar kuasa hukum Sutan Bhatoegana, Feldy Taha di Komisi Yudisial, Rabu.
Adapun dugaan pelanggaran kode etik dan ketidakprofesionalan yang dimaksud yaitu bahwa hakim tunggal Asiadi Sembiring telah menunda jadwal sidang praperadilan dari semula 23 Maret 2015 menjadi 6 April 2015 karena ketidakhadiran pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tindakan hakim Asiadi yang menunda pelaksaan sidang tersebut selain bertentangan dengan sifat praperadilan yang mensyaratkan bahwa prosesnya harus cepat seperti diatur dalam Pasal 82 Ayat 1 huruf c KUHAP, juga diduga kuat berhubungan dengan rencana KPK yang saat itu tengah mengajukan berkas perkara pokok untuk disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Diduga ada konspirasi antara hakim tunggal Asiadi dan KPK karena menunda begitu lama persidangan ini. Setelah dijadwalkan tanggal 23 Maret ditunda lagi sampai tanggal 6 April karena ketidakhadiran KPK, ini melanggar limitasi waktu karena praperadilan seharusnya diproses cepat sebelum perkara pokok dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor," ujar Feldy.
Menurut dia, hakim Asiadi Sembiring telah keliru memahami Pasal 82 Ayat 1 huruf d KUHAP terkait pelimpahan berkas perkara pokok.
Feldy menuturkan bahwa pelimpahan berkas perkara pokok ke Pengadilan Tipikor belum masuk ke tahap pemeriksaan karena pemeriksaan ditandai dengan dibacakannya dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU).
"Dari dua kali sidang yang dilakukan Pengadilan Tipikor di sidang pertama tidak dihadiri kuasa hukum (dibatalkan), sedangkan sidang pada sidang kedua tanggal 13 April Sutan Bhatoegana tidak hadir karena sakit. Maka belum ada pemeriksaan berkas perkara oleh Pengadilan Tipikor karena JPU belum membacakan dakwaan," ujarnya.
Selain itu, tindakan hakim Asiadi yang tidak menggugurkan permohonan praperadilan di awal persidangan juga dinilai bertentangan dengan Pasal 82 Ayat 1 huruf d KUHAP.
"Kalau sudah sejak awal patut digugurkan kenapa pada 6 April sidang berlangsung normal? Dimulai dgn pembacaan permohonan dari kami, kemudian dibacakan eksepsi oleh KPK, lalu sampai menghadirkan saksi. Kalau memang digugurkan langsung penetapan lalu gugur," kata Feldy.
Tidak cukup sampai di situ, hakim Asiadi juga dinilai telah bertindak tidak adil dengan sering bersikap keras dan kasar kepada pihak Bhatoegana sedangkan kepada pihak KPK sikapnya cenderung lembut.
"Perbedaan sikap terlapor cenderung mencederai kewibaan pengadilan dan kewibaan kami sebagai advokat," tutur Feldy.
Untuk itu ia meminta pada KY untuk memeriksa hakim Asiadi Sembiring terkait pengaduan mereka.
"Kalau sanksi itu wewenangnya KY, kalau ini (dianggap) pelanggaran berat kan nanti akan dikenakan sanksi," katanya.
Sebelumnya dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (13/4), hakim tunggal Asiadi Sembiring menyatakan bahwa permohonan praperadilan Bhatoegana gugur.
"Menimbang karena perkara pokok telah disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, maka permohonan praperadilan atas Sutan Bhatoegana dinyatakan gugur," ujarnya saat membacakan amar putusan.
Hal tersebut, katanya, berkenaan dengan Pasal 82 Ayat 1 huruf d KUHAP yang berbunyi dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur.
Menanggapi putusan tersebut, kuasa hukum Bhatoegana, Rahmat Harahap mengaku bahwa putusan tersebut di luar perkiraannya.
"Kita prediksi tidak gugur karena (sebelumnya) sidang tetap dianjutkan dengan pemeriksaan saksi dan alat bukti," ujarnya. (*)