KLHK Minta Pertamina Hitung Penyerapan Karbon Mangrove

id KLHK Minta Pertamina Hitung Penyerapan Karbon Mangrove

Denpasar, (Antara) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meminta PT Pertamina (Persero) untuk melakukan penghitungan penyerapan karbon yang turut dikontribusi dari penanaman tanaman mangrove sebagai salah satu program tanggung jawab sosial (CSR). "Ke depan, harus dihitung penyerapan karbon yang diselamatkan oleh penanaman hutan mangrove, sehingga kita bisa menghitung berapa besar Pertamina menyumbang kepada dunia dalam penyerapan karbon tersebut," kata Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Pembinaan Perhutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hilman Nugroho usai seminar yang bertajuk "Mangrove for Nature" di Denpasar, Kamis. Menurut Hilman, Pertamina dapat menentukan sendiri teknologi untuk penghitungan karbon yang terserap tersebut dan dipasang di wilayah penanaman mangrove. Selain itu, dia mengimbau kepada Pertamina atau pun perusahaan lain yang memiliki program CSR penanaman mangrove untuk lebih memperhatikan sejumlah aspek, seperti tepat lokasi, tepat jenis dan tepat zonasi. Dia menjelaskan hal itu dikarenakan tanaman mangrove memiliki karakteristik tersendiri, yakni ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar tanaman penangkal abrasi itu bisa hidup, di antaranya harus di tanah yang mempunyai kadar garam (salinitas) tertentu, harus di tanah yang berlumpur dan harus di perairan yang mengalami pasang surut. "Saat ini kepedulian masyarakat terhadap mangrove tinggi, namun mereka belum memahami. Kalau tiga syarat itu tidak dipenuhi, mangrove tidak bisa hidup," katanya. Hilman juga mendorong Pertamina untuk menambah jumlah pohon penanaman bakau sebagai salah satu penyelamat kerusakan di kawasan laut selain penanaman pohon di dataran tinggi, hutan dan sebagainya. "Pertamina jangan hanya melakukan di darat saja, tapi mangrove harus ditingkatkan, dari 100 juta pohon masa mangrove hanya dua juta, minimal 25 juta mangrove," katanya. Kendati demikian, ia mengaku penanaman mangrove memang memakan biaya yang tinggi, yakni satu hektar bisa mencapai Rp10-15 juta, sementara untuk pohon dataran satu hektar hanya Rp7-10 juta. Hilman mengatakan kampanye penanaman mangrove diperlukan untuk menutupi wilayah mangrove yang rusak sekitar 1,08 juta hektar di seluruh wilayah Indonesia. Dia menargetkan pihaknya bisa mengonservasi wilayah yang rusak tersebut pada 2020 dengan menggunakan baik APBN maupun APBD. "Jangan hanya memakai APBN atau APBD, kita percepat, maksimalkan, untuk mengeroyok 1,08 juta hektare itu," katanya. Ditemui terpisah, Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum Dwi Wahyu Daryoto mengatakan pihaknya telah mengalokasikan Rp1 miliar sejak 2011 untuk program CSR penanaman mangrove serta pemberdayaan masyarakat di daerah Ekowisata Mangrove Wanasari Tuban, Bali. "Sampai 2015, sudah 88 juta kita tinggal 12 juta lagi untuk seluruh pohon dari 100 juta pohon," katanya. Selain itu, ia juga akan mempercepat program tersebut dengan menyusun peta rencana baru, yakni dengan melakukan survei secara berkala untuk mengetahui kebutuhan setiap wilayah. "Jadi, kalau kita lihat strateginya, seluruh daerah akan mendapatkan yang sesuai, kalau itu belum tercapai, kita kejar terus," katanya. Dia mengatakan selain penanaman, Pertamina juga memberdayakan masyarakat di wilayah sekitar konservasi agar memunculkan nilai ekonomi, sehingga menciptakan mata pencaharian bagi masyarakat sekitar. "Kalau tidak ada nilai ekonomi, masyarakat tidak akan bergairah dan lesu," katanya. (*/jno)