Batan : Dunia Krisis Isotop Mo 99

id Batan : Dunia Krisis Isotop Mo 99

Jakarta, (Antara) - Dunia sedang mengalami krisis Isotop Molybdenum (Mo) 99 yang digunakan untuk mendeteksi penyakit pada tubuh manusia, kata pejabat Badan Tenaga Nuklir Indonesia (BATAN). "Isotop yang paling dibutuhkan di seluruh dunia itu Mo 99. Tapi negara yang produksi sedikit, yang paling besar Belanda dan Kanada. Sayangnya, beberapa waktu belakangan kurang optimal," ujar Kepala BATAN, Djarot Sulistio Wisnubroto, di Jakarta, Jumat (21/11). Isotop dihasilkan dari proses pengolahan uranium di reaktor nuklir. Isotop Mo 99 bisa menghasilkan Tc-99 yang bermanfaat untuk memberi citra penyakit yang diderita pasien ketika masuk ke dalam tubuh. "Itu adalah alat diagnosa yang paling ampuh," tambah dia. Isotop lainnya yang diperlukan adalah I-131 yang bermanfaat untuk mengobati kanker tiroid. Tapi sayangnya, saat ini isotop di dalam negeri tersebut harus diimpor dari sejumlah negara, padahal Indonesia mampu memproduksinya. Djarot meminta dukungan penuh kepada Presiden Joko Widodo untuk membenahi pola produksi isotop yang digunakan untuk kedokteran nuklir. Karena sejak terjadinya kelangkaan isotop untuk deteksi dan terapi penyakit, PT. Industri Nuklir Indonesia yang memproduksi Isotop berhenti beroperasi akibat penuaan fasilitas produksi. "Ada 15 rumah sakit yang bergantung dan harus mendapatkan Isotop dengan cara mengimpor untuk deteksi dan terapi kanker tiroid, deteksi fungsi ginjal, dan penggunaan kedokteran lainnya," papar dia. BATAN memiliki fasilitas reaktor nuklir di Bandung Jawa Barat, Yogyakarta dan Serpong Banten yang bisa dipergunakan untuk produksi Isotop. "BATAN membutuhkan dukungan pendanaan untuk kebutuhan keberlanjutan produksi Isotop untuk keperluan kedokteran nuklir," harap dia. Djarot juga berharap agar pemerintah mengubah UU No.10/1997, karena dalam UU tersebut BATAN hanya memberikan pendampingan dan tidak boleh melakukan komersialisasi atas produksi nuklir. (*/WIJ)