Pengacara Rony Arora dan Bonny Pratama Bantah Kliennya Terjerat Kasus Judi Online

id Judi Online

Pengacara Rony Arora dan Bonny Pratama Bantah Kliennya Terjerat Kasus Judi Online

Ilustrasi - Judi Online. (cc)

Padang, (Antara Sumbar) - Kuasa hukum dari Rony Arora (24), dan Bonny Pratama (26), yang ditetapkan Mabes Polri sebagai tersangka dalam kasus dugaan judi online dan pencucian uang menyampaikan bantahan.

"Kasus dugaan judi online dan pencucian uang yang disangkakan kepada klien kami oleh kepolisian tidak sesuai fakta, sekarang kami juga tengah mengajukan praperadilan atas kasus ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata pengacara dari tersangka yaitu Hendrayana, dihubungi dari Padang, Rabu.

Sebelumnya, kedua tersangka adalah kakak-beradik yang merupakan warga Jalan Simpang Empat Air Pacah, RW 01, Kelurahan Air Pacah, Kecamatan Koto Tangah, Padang, Sumatera Barat.

Ia nengatakan berdasarkan fakta kedua klien tersebut adalah penerus kiriman uang dari TKI di Malaysia, untuk diserahkan kepada keluarga TKI yang ada di Indonesia.

"Karena tugasnya meneruskan uang kiriman TKI, mereka memegang rekening tempat menampung uang kiriman di rekening atas nama Ramayani. Kegiatan itu sudah dilakukan keduanya selama empat tahun belakangan," klaimnya.

Ia menyebutkan rekening milik Ramayani itu, diberikan ke kliennya atas dasar surat kuasa dan kepercayaan. Karena masih memiliki hubungan keluarga.

Setelah berjalan empat tahun, lanjutnya, akhirnya kasus sekarang muncul setelah rekening atas nama Ramayani yang dipegang kliennya, menerima transferan uang sebesar Rp150 juta. Uang yang diduga berkaitan dengan transaksi judi online.

"Padahal klien kami tidak tahu-menahu dari mana uang Rp150 juta itu berasal, makanya heran ketika ditangkap polisi dituduh terkait judi online karena haknya cuma meneruskan uang kiriman TKI ke keluarga TKI, saat itu di rekening berisi Rp1,1 miliar," katanya.

Ia menilai jika memang ada dugaan uang dalam rekening itu berkaitan dengan tindak pidana, penegak hukum harus menelesuri Ramayani terlebih dahulu sebagai pemilik rekening.

"Harusnya pihak kepolisian bisa menelusuri dan memproses menggunakan jaringan interpol yang ada terlebih dahulu, dan memblokir rekening, bukannya menjerat kedua klien kami," katanya.

Karena kembali lagi, lanjutnya, kliennya hanya bertugas meneruskan uang kiriman TKI yang ada di rekening, dan mendapatkan gaji dari kegiatan itu.

Sementara untuk gugatan praperadilan di PN Jakarta Selatan, ia mengatakan saat ini telah berjalan sebanyak dua kali.

Praperadilan diajukan karena pihaknya menilai penetapan tersangka, penangkapan, dan penyitaan barang bukti tidak sesuai prosedur hukum. pada saat penangkapan klien kami tidak disertai surat perintah penangkapan.

Karena pihaknya hanya menerima secarik kertas berisi nama dan nomor HP penyidik.

"Saat ditangkap uang kiriman TKI yang harusnya mereka salurkan kepada keluarga TKI di Indonesia, justru diperintahkan untuk ditarik secara tunai dari rekening, padahal menurut kami cukup diblokir saja rekeningnya," katanya.

Pada bagian lain, hal ini terkait penyerahan tersangka bersama barang bukti (tahap II) yang dilakukan Penyidik Markas Besar (Mabes) Polri di Kejaksaan Negeri Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Jumat.

Berdasarkan berkas, perbuatan tersangka dijerat dengan pasal 303 KUHP tentang perjudian, Juncto (Jo) Undang-undang Pencucian Uang.

Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Padang Rusmin, menyebutkan pihaknya akan menysun dakwaan dalam 20 hari sejak tahap II dilakukan.

"Sidang digelar di Padang karena perbuatannya dilakukan di Padang (lucos delicti), secepatnya akan dilimpahkan ke pengadilan," katanya. (*)