Menghilangnya Royani Ganggu Penyelidikan KPK

id KPK

Jakarta, (Antara Sumbar) - Menghilangnya Royani yang merupakan sopir dari Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dapat mengganggu penyelidikan KPK terhadap Nurhadi.

"Tentu saja (mengganggu). Royani termasuk yang mengetahui aktifitas keseharian Pak Nurhadi," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Senin.

KPK saat ini memang tengah melakukan penyelidikan terhadap Nurhadi pasca-Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap panitera/sekretaris PN Jakpus Eddy Nasution dan pegawai PT Arta Pratama Anugerah pada 20 April 2016.

KPK sudah mencegah Nurhadi untuk bepergian keluar negeri dan menggeledah rumahnya di Jalan Hang Lekir pada 21 April 2016 dan menemukan uang total Rp1,7 miliar yang terdiri dari sejumlah pecahan mata uang asing yang diduga terkait dengan pengurusan sejumlah kasus.

Namun Alexander enggan mengungkapkan apakah keterangan Royani dapat membuktikan bahwa Nurhadi terbukti terkait dengan sejumlah kasus yang sedang berperkara di MA.

"Kalau (hubungan) itu masih perlu didalami lagi karena orangnya (Royani) belum ketemu, belum ditanya," ungkap Alexander.

Royani sendiri sudah diberhentikan oleh Mahkamah Agung karena sudah lebih dari 30 hari tidak masuk kantor sehingga KPK meminta agar masyarakat yang mengetahui keberadaan Royani dapat melapor ke KPK.

"Kita minta bantuan kepada siapa saja yang mengetahui keberadaan Royani. Masyarakat bisa melaporkan, wartawan juga bisa. Selain itu KPK juga minta bantuan kepada aparat lainnya, dari kepolisian dan imigrasi untuk melacak keberadaan Royani. KPK berharap Royani segera melaporkan diri untuk dimintai keterangannya," tegas Alexander.

Sedangkan terkait dengan pengakuan Nurhadi di hadapan Komite Etik MA yang mengaku tidak memiliki hubungan dengan para pihak yang berperkara di MA, Alexander menjelaskan hal itu tidak mempengaruhi jalannya penyidikan di KPK.

"Dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan KPK sama sekali tidak terpengaruh dengan hasil pemeriksaan etik yang dilakukan oleh komite etik sebuah lembaga," ungkap Alexander.

Royani sudah dua kali dipanggil KPK tapi tidak memenuhi panggilan tanpa keterangan sehingga Royani diduga disembunyikan.

KPK menduga Royani adalah orang yang menjadi perantara penerima uang dari sejumlah pihak yang punya kasus di MA.

Satu konglomerasi bisnis diduga terlibat kasus ini karena sejumlah anak perusahaannya tengah berperkara di Mahkamah Agung. Doddy diduga sebagai orang yang menjadi orang yang menangani sejumlah perkara tersebut dan melaporkan kepada induk konglomerasi bisnis itu.

KPK menetapkan dua tersangka yaitu Edy Nasution dengan sangkaan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tengan penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sebagai pemberi suap adalah Doddy Aryanto Supeno dengan sangkaan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. (*)