Polemik Pemberian Vaksin Antara Kesehatan dan Kehalalan

id vaksin

Padang, (Antara) - Dua pekan terakhir merupakan waktu yang sibuk bagi jajaran Dinas Kesehatan Kota Padang setelah daerah itu secara resmi dinyatakan berstatus kejadian luar biasa (KLB) penyakit difteri.

Sebanyak 700 tenaga kesehatan dikerahkan untuk memberikan imunisasi Difteri Partusis Tetanus (DPT) kepada sekitar 250 ribu anak yang berusia dua bulan hingga 15 tahun mencegah semakin berkembangnya difteri di kota itu.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang Eka Lusti mengatakan pihaknya mulai melakukan imunisasi massal sejak awal Februari dan ditargetkan pada akhir bulan semua telah rampung melalui Puskesmas, Pos Yandu hingga ke sekolah-sekolah tersebar pada 11 kecamatan .

"Tidak hanya yang berstatus pelajar, anak jalanan pun menjadi salah satu target yang akan diimunisasi karena status KLB yang terjadi," kata Eka.

Tetapi ia mengeluhkan, masih ada orang tua yang menolak anaknya diberikan vaksin dengan sejumlah alasan, padahal satu-satunya cara mencegah difteri adalah dengan pemberian imunisasi DPT.

Salah satu alasan yang berkembang di kalangan orang tua adalah vaksin mengandung zat yang tidak halal padahal Majelis Ulama Indonesia telah memberikan fatwa kehalalannya, kata Eka menegaskan.

Ia mengharapkan masyarakat kooperatif dan tidak menolak anaknya diberikan vaksin demi keselamatan bersama.

Menurut dia, pada 2010 sempat beredar selebaran di Padang yang isinya menyatakan vaksin tidak halal, serta dampak-dampak negatif yang disebabkan pemberian vaksin, sehingga masyarakat enggan memberikan vaksin terhadap anaknya.

"Padahal mencegah jauh lebih baik daripada mengobati dan satu-satunya cara adalah melalui vaksin," ujarnya.

Eka menceritakan kasus difteri pertama kali ditemukan di Padang pada 2014 ada salah seorang anak yang baru kembali dari Surabaya yang saat itu daerah tersebut tercatat mengalami 920 kasus difteri.

Pada 2014 kasus difteri ditemukan pada dua kecamatan yaitu Koto Tangah dan Kuranji dan telah diberikan imunisasi kepada 26 ribu anak yang ada di wilayah itu, lanjutnya.

Sejalan dengan itu Sekretaris Camat Koto Tangah, Padang Editiawarman juga mengatakan masih ada warganya yang menolak pemberian vaksin DPT.

Orang tua yang tidak bersedia anaknya diimunisasi petugas kelurahan akan mendatangi dan memberikan pemahaman bahwa imunisasi penting, papar Edi.

"Setelah diberikan penjelasan tetap tidak bersedia, dapat diancam pidana karena menyangkut penularan penyakit yang membahayakan kesehatan masyarakat," kata dia.

Wali Kota Padang Mahyeldi juga telah meminta semua orang tua yang ada di Kota Padang dapat memahami pentingnya imunisasi ini dalam mencegah difteri.

Pastikan semua anak yang berusia dua bulan hingga 15 tahun telah diimunisasi, jangan menolak, ini untuk kebaikan bersama, kata Mahyeldi.

Tidak hanya itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Padang juga telah mengimbau masyarakat tidak menolak vaksin dengan alasan tidak halal mengingat dalam Islam jika berada dalam kondisi darurat maka ada toleransi.

Jika ada yang ragu dengan vaksin karena ragu kehalalannya tidak perlu khawatir, berdasarkan hukum selama belum ada yang halal maka itu dibolehkan," kata Ketua MUI Kota Padang Duski Samad.

Duski mengatakan jika memang bahan pembuat vaksin belum sepenuhnya halal sementara itu merupakan satu-satunya cara untuk mempertahankan kelangsungan hidup maka berlaku hukum darurat.

Akan tetapi salah seorang warga Padang Firman (bukan nama sebenarnya) tetap bersikukuh tidak memberikan imunisasi kepada empat orang anaknya.

"Sejak lahir tidak ada satu orang pun anak saya yang diberikan imunisasi, alhamdulillah kondisinya tetap sehat dan tidak pernah mengalami sakit yang parah," kata dia.

Bapak empat anak itu meyakini dengan memberikan sistem kekebalan yang bersifat alami kepada anak jauh lebih aman ketimbang imunisasi.

Minimal empat kali dalam seminggu anak-anak saya berikan jeruk untuk memenuhi kebutuhan vitamin C, sementara untuk kekebalan tubuh diberi madu dan herbal, ujarnya.

Menurut pemahaman karyawan swasta itu, imunisasi merupakan upaya memasukkan bakteri yang telah dilemahkan ke dalam tubuh anak dan tidak ada jaminan jika telah diimunisasi anak akan menjadi sehat.

"Imunisasi sama artinya memasukkan penyakit ke dalam tubuh, dapat saja bakteri yang telah masuk itu menyerang sehingga anak menjadi sakit," katanya.

Ia mengatakan tujuan dimasukannya bakteri dalam bentuk vaksin dengan harapan agar tubuh anak memberikan perlawanan ketika suatu saat bakteri sejenis menyerang.

"Apakah ada jaminan bakteri yang telah dilemahkan dalam bentuk vaksin itu aman, bagaimana kalau ternyata dia menyerang tubuh menyebabkan penyakit parah, coba bayangkan itu terjadi pada anak kita," ujarnya.

Selain itu, Firman juga meragukan kehalalan vaksin karena berdasarkan literatur dan referensi yang ia baca salah satu komponen yang dimasukan dalam proses pembuatan vaksin mengandung enzim babi.

"Jika ada yang mengatakan halal itu adalah tipuan bahasa saja, selagi masih bisa dihindari mengapa harus memasukkan zat yang haram ke dalam tubuh anak," ujarnya.

Dikatakannya, memang dalam kondisi darurat dalam Islam hal yang haram dapat menjadi halal akan tetapi menurut dia pemberian imunisasi tidak masuk dalam keadaan darurat.

Firman berprinsip kesehatan seorang anak sepenuhnya berada di tangan Allah, jika seseorang menderita sakit tetapi ditakdirkan tidak meninggal dunia maka tidak akan terjadi.

"Oleh sebab itu saya yakin Allah yang akan menjaga kesehatan anak-anak, kita hanya berikhtiar dengan memberikan makanan yang bergizi dan menjaga pola hidup sehat, ucapnya.

Untuk menjaga kesehatan anaknya Firman mencukupi kebutuhan vitamin melalui buah-buahan dan makanan yang alami.

Kemudian jaga kebersihan, tidur teratur serta makan makanan yang bergizi, insya Allah semua itu merupakan sistem kekebalan alami, setelah itu tinggal serahkan kepada Allah, kata dia

Firman mengaku sudah sering berdiskusi dengan sejumlah pihak soal vaksin dan sampai sekarang belum yakin tentang manfaat vaksin dan menilai lebih banyak mudharatnya.

Terkait adanya kasus kejadian luar biasa difteri yang terjadi di Kota Padang dimana semua anak diwajibkan imunisasi Firman tetap menolak agar anaknya diimunisasi .

"Saat ada petugas kesehatan datang ke rumah karena malas ribut saya bilang saja anak sudah diimunisasi melalui bidan," ucapnya.

Sementara, Basuki salah seorang warga Padang akhirnya memutuskan untuk memberikan dua anaknya yang berusia 3,5 tahun dan 2 tahun imunisasi setelah Padang dinyatakan kejadian luar biasa difteri.

Sebelumnya kedua anak saya sejak lahir tidak diimunisasi dan sebagai pengganti diberikan produk herbal, kata dia.

Ia mengakui selama ini mendapatkan cerita dari sejumlah teman bahwa vaksin tidak halal sehingga memutuskan untuk tidak mengimunisasi anak.

Dalam beberapa diskusi tentang imunisasi terkadang pihak yang setuju juga penyampaiannya agak kasar sehingga saya belum dapat menerima logika mereka, kata dia.

Akan tetapi Basuki dan istri terus menggali informasi tentang imunisasi melalui teman-temannya serta menelusuri berbagai literatur yang membahas pro dan kontra imunisasi.

Akhirnya dari berbagai penelusuran ia meyakini imunisasi baik untuk anak dan pandangan yang mengatakan tidak halal terbantahkan.

Ulama -ulama terkemuka rupanya juga berpendapat imunisasi halal dan baik bagi anak sehingga ketika Padang dinyatakan kejadian luar biasa difteri Basuki memutuskan untuk memberikan buah hatinya imunisasi.

Menanggapi pro dan kontra soal pemberian vaksin Sekretaris Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Piprim B Yanuarso SpA (k) mengatakan pihak yang menolak imunisasi banyak yang asal bicara tanpa menggunakan referensi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Mereka yang meyakini vaksin berbahaya karena terlalu banyak menerima informasi tidak benar dari media sosial yang disampaikan pihak yang bukan ahlinya, kata dia.

Menurut dia, jika ada yang menyebut imunisasi adalah upaya memasukkan bakteri dan penyakit ke dalam tubuh anak itu adalah orang yang bicara tanpa ilmu.

Piprim menjelaskan sistem kekebalan tubuh seseorang ada dua yaitu kekebalan yang bersifat umum serta kekebalan tubuh yang bersifat khusus.

Pemberian air susu ibu, vitamin, herbal dan sejenisnya hanya akan membangun sistem kekebalan tubuh yang bersifat umum, kata dia.

Lebih lanjut, sistem kekebalan tubuh yang bersifat umum tersebut tidak akan mampu menangkal serangan penyakit berbahaya sehingga dibutuhkan upaya untuk mengaktifkan sistem kekebalan tubuh khusus atau disebut sel V.

Sistem kekebalan tubuh khusus yang akan menangkal penyakit berbahaya dan ini hanya dapat diaktifkan melalui pemberian vaksin, ujarnya.

Ia mengatakan kekebalan khusus itu hanya akan aktif jika tubuh terpapar penyakit berbahaya dan ketika penyakit itu datang kembali menyerang maka tubuh menjadi imun.

Oleh sebab itu jika ada yang menderita cacar maka dapat dipastikan tidak akan terserang lagi karena dalam tubuhnya sudah terbentuk sistem imun terhadap cacar, ujar dia.

Atas dasar itu vaksin dibuat dari bakteri yang telah dilemahkan dan dimasukkan kedalam tubuh sehingga saat penyakit datang maka tubuh akan langsung melawan.

Menurutnya untuk menjinakkan bakteri yang telah dilemahkan dalam vaksin itu melalui penelitian ahli berkompeten dibidangnya dalam waktu yang panjang sekitar 10 sampai 15 tahun.

Oleh sebab itu dipastikan bakteri yang telah dijinakan dalam vaksin tersebut tidak akan membuat sakit melainkan merangsang kekebalan tubuh khusus menjadi aktif ketika terserang penyakit, kata dia.

Para ahli sudah menjamin bahwa vaksin itu aman dan selama ini ada jutaan anak di dunia yang diberikan vaksin dan tidak ada yang sakit akibat vaksin malah semakin meningkat kekebalan tubuhnya, ujar dia.

Karena itu tidak perlu khawatir soal keamanan vaksin karena sudah diteliti oleh para ahli, bahkan telah dilakukan berbagai uji coba kepada binatang serta relawan memastikan keamanannya bagi tubuh , lanjut dia.

Ia mengatakan justru vaksin lebih aman untuk membangun sistem kekebalan tubuh spesifik dibandingkan pemberian obat obatan.

Piprim memberikan perumpamaan orang yang tidak divaksin sama halnya dengan pihak yang tidak membangun sistem pertahanan tubuh dan ketika musuh datang menyerang berupa penyakit akan langsung kalah.

Sedangkan orang yang diimunisasi sistem pertahanan dalam tubuhnya telah siap dan saat penyakit datang akan ditangkal, kata dia .

"Mereka yang menolak vaksin dengan alasan upaya memasukkan penyakit ke dalam tubuh, apakah harus sakit dulu baru tubuh akan kebal, apakah harus menunggu terserang polio atau difteri dulu," ujar dia .

Enzim Babi

Terkait pendapat yang menyatakan vaksin mengandung enzim babi Piprim membantah dengan tegas hal itu dan menyatakan saat ini vaksin yang beredar di puskesmas tidak lagi menggunakan enzim babi dalam proses pembuatannya.

"Jangan asal bicara jika tidak tahu proses pembuatan vaksin, sampai-sampai ada yang mengatakan vaksin dibuat dari enzim babi, itu keliru," kata dia.

Ia menerangkan vaksin yang beredar saat ini dalam proses pembuatannya tidak lagi menggunakan enzim babi sebagai katalisator.

Hanya ada tiga vaksin yang masih menggunakan yaitu vaksin polio, rotavirus dan meningitis, kata dia.

Jika ada vaksin yang proses pembuatannya menggunakan enzim babi maka hukumnya dalam kacamata Islam tetap halal, lanjutnya.

Kaedahnya disebut dengan istihalah yaitu perubahan struktur suatu benda menjadi wujud lain maka hukumnya akan mengikuti bentuk akhir benda tersebut.

Piprim memberikan perumpamaan buah anggur halal dimakan, namun saat diolah menjadi minuman berakohol seperti wine maka hukumnya berubah menjadi haram kendati hukum benda asalnya halal.

Demikian juga dengan vaksin yang pada proses pembuatannya menggunakan enzim babi sebagai katalisator namun wujud akhirnya telah berubah menjadi vaksin sehingga hukumnya halal.

Ia juga memastikan enzim babi yang digunakan dalam proses pembuatan vaksin untuk memecah protein telah terurai luar biasa sehingga zat awalnya telah hilang.

Ia mengingatkan dalam memberikan hukum terhadap suatu jenis obat dan vaksin tidak dapat hanya semata-mata menggunakan pertimbangan umum saja.

Misalnya gula hukumnya halal, tapi bagi penderita diabetes yang kronis gula dapat berubah hukumnya menjadi haram karena akan semakin memperparah penyakitnya, kata dia.

Pada bagian lain para ulama di seluruh dunia juga membolehkan pemberian vaksin karena dinilai bermanfaat.

Jika ulama saja yang sudah memiliki ilmu yang mendalam dalam memutuskan suatu hukum sudah menyatakan vaksin halal mengapa kita masih ragu, apakah kita merasa lebih hebat dari ulama, kata dia

Karena itu Piprim menyayangkan masih ada pihak-pihak yang menolak pemberian vaksin apalagi Kota Padang berstatus kejadian luar biasa difteri.

Ia khawatir pihak yang menolak vaksin akan mengalami dua kemungkinan terserang penyakit berbahaya karena sistem kekebalan tubuhnya tidak kuat atau menjadi pemicu menyebarnya wabah penyakit luar.

Bukankah mencegah kemudharatan hukumnya wajib dan ini menyangkut keselamatan orang banyak, kata dia.

Menurut dia munculnya upaya menolak vaksin selama ini karena terlalu banyak yang bukan ahli tentang vaksin tapi memaksakan diri membahasnya.

Ia berpesan kepada pihak yang tetap mengampanyekan gerakan anti vaksin coba bayangkan jika penderita polio dan penyakit berbahaya lainnya itu meminta pertanggungjawaban di akhirat akibat melakukan sesuatu bersumber dari informasi yang keliru.

Menolak vaksin sama artinya akan membiarkan wabah penyakit berkembang karena kurangnya ilmu dan pengetahuan yang dimiliki sehingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa yang seharusnya dapat dihindari.