MK: Wajar Putusan UU Pilpres Tanpa Pleno

id MK: Wajar Putusan UU Pilpres Tanpa Pleno

MK: Wajar Putusan UU Pilpres Tanpa Pleno

Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva. (Antara)

Jakarta, (Antara) - Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengatakan hal yang normal saja putusan perkara pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden terhadap Undang-Undang Dasar 1945 tanpa ada sidang pleno. "Itu (Putusan UU Pilpres tanpa pleno) sebenarnya biasa saja dan ada dalam prosedur di MK," kata Hamdan kepada wartawan di Jakarta, Rabu. Putusan perkara pengujian UU No. 42/2008 terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Ketua Dewan Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra, kata dia, akan dibacakan pada hari Kamis (20/3) pukul 15.30 WIB. Dia mengungkapkan, "Ada perkara pengujian UU itu melalui sidang pleno, ada pula yang tidak, dan itu hal biasa, normal saja." "Kalau tidak melalui pleno berarti MK menganggap infromasi-informasi dan penjelasan-penjelasan dari pemohon dinilai sudah cukup. Kalau harus melalui pleno, kami anggap belum cukup makanya dilengkapi dalam pleno. Jadi, hal yang biasa saja," tegasnya. Yusril Ihza Mahendra telah mendaftarkan pengujian UU Pilpres yang mempermasalahkan proses pencalonan presiden dan wakil presiden serta pemilu serentak pada akhir 2013. Perkara ini disidangkan MK pada tanggal 21 Januari 2014 dengan agenda pemeriksaan pendahuuan dan dilanjutkan 3 Februari sidang perbaikan permohonan. Selanjutnya, MK langsung menjadwalkan pembacaan putusan pada hari Kamis (20/3) tanpa adanya sidang pleno untuk mendengarkan keterangan pemerintah dan DPR, serta keterangan ahli maupun saksi untuk memperkuat permohonan tersebut. Dalam permohonannya, Yusril menguji Pasal 3 Ayat (4) UU Pilpres yang mengatur: "Hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden ditetapkan dengan keputusan KPU." Selanjutnya, Pasal 9 UU Pilpres yang mengatur: "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 14 Ayat (2) UU Pilpres yang mengatur: "Masa pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, paling lama tujuh hari terhitung sejak penetapan secara nasional hasil Pemilu anggota DPR." Pasal 112 UU Pilpres yang mengatur: "Pemungutan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan paling lama tiga bulan setelah pengumuman hasil pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota." Yusril yang telah diputuskan Partai Politik Bulan Bintang sebagai calon presiden pada Pilpres 2014 merasa dirugikan atau berpotensi dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakunya pasal-pasal tersebut. Yusril menilai Pasal 9 UU Pilpres bertentangan dengan Pasal 6A Ayat (2) dan Pasal 22E Ayat (3) UUD 1945 karena memanipulasi kata "pemilihan umum". Menurut Yusril, UUD 1945 tidak secara spesifik mengatur urutan penyelenggaraan pemilihan umum. Namun, jika dibaca Pasal 22E Ayat (1) dan Ayat (2) UUD 1945, menunjukkan bahwa pemilihan umum yang dimaksudkan diadakan satu kali (secara serentak) sehingga Pasal 3 Ayat (4), Pasal 9, Pasal 14 Ayat (2), dan Pasal 112 bertentangan dengan norma Pasal 4 Ayat (1) dan Pasal 7C UUD 1945. Yusril juga menilai hal-hal yang diatur dalam Pasal 3 Ayat (4), Pasal 9, Pasal 14 Ayat (2), dan Pasal 112 UU Pilpres tidaklah sungguh-sungguh untuk melaksanakan atau menegakkan norma-norma konstitusi. Namun, justru untuk menghalangi munculnya calon presiden dan wakil presiden dari kekuatan partai lain. Bahwa kekhawatiran calon presiden dan wakil presiden akan terlalu banyak sehingga harus dibatasi dengan presidential threshold menjadi kehilangan relevansinya karena pada Pemilu 2014 hanya diikuti oleh 12 partai politik nasional dan tiga partai lokal Aceh. Jika Pemilu 2014 akan diikuti oleh 12 pasang calon menurut pemohon masih berada dalam batas yang wajar, kata Yusril. (*/jno)