Indonesia Berhenti Impor Garam Konsumsi pada 2014

id Indonesia Berhenti Impor Garam Konsumsi pada 2014

Indonesia Berhenti Impor Garam Konsumsi pada 2014

Garam. (Antara)

Jakarta, (Antara) - Ditjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sudirman Saad menyatakan Indonesia akan menutup impor garam konsumsi pada tahun 2014 karena kelebihan garam konsumsi pada tahun 2012 dan 2013. "Kita sudah menyepakati di tingkat Forum Garam Nasional bahwa tahun 2014 menutup keran impor garam konsumsi karena stok di dalam negeri masih cukup sampai masa panen," kata Sudirman di sela-sela Rapat Koordinasi Nasional Kementerian Kelautan dan Perikanan 2014, di Jakarta, Selasa. Sudirman menjelaskan kelebihan stok garam konsumsi ini berupa sisa 1 juta ton pada tahun 2012, serta kelebihan pada tahun 2013 yang menghasilkan 1,5 juta ton garam konsumsi. Produksi garam konsumsi pada tahun 2013, lanjut Sudirman, sebenarnya masih di bawah target awal sebesar 1,8 juta ton. "Akan tetapi target telah koreksi dari 1,8 juta ton menjadi 550.000 ton karena di awal tahun 2013 BMKG merilis perkiraan masa kemarau untuk tahun 2013 selama 2,5 bulan. Tetapi ternyata masa kemarau lebih panjang yakni sekitar 3 bulan," tegas Sudirman. "Sehingga meskipun di bawah target semula yakni 1,8 juta ton tetapi pencapaian produksi tahun 2013 dua kali lipat dari target setahun. Ditambah sisa stok dari tahun 2012," ujarnya. Ia mengatakan faktor lainnya dari kelebihan garam konsumsi yaitu semangat petani garam yang tinggi. "Belajar dari pengalaman sebelumnya yang ternyata harga garam masih relatif dibandingkan tahun-tahun sebelumnya sehingga bisa memberikan kehidupan yang lebih baik bagi mereka," jelas Sudirman. Rencana Ekspor Kementerian Kelautan dan Perikanan mengklaim produksi garam rakyat telah menjadikan Indonesia swasembada garam konsumsi sejak tahun 2012. Menteri Kelautan Perikanan Sharif C. Sutardjo mengatakan, pada tahun 2012 produksi garam konsumsi mencapai 2,5 juta ton dari kebutuhan 1,5 juta ton. "Dengan begitu terdapat kelebihan 1 juta ton. Kelebihan ini kita bantu untuk proteksi garam yang ada dengan cara memberikan gudang untuk meningkatkan kualitas garam agar bisa diperbaiki," ujar Sharif C. Sutardjo. Menurutnya, dengan kelebihan garam konsumsi ini diharapkan Indonesia juga mampu melakukan ekspor. "Impian saya kalau bisa kita mampu ekspor garam. Kita sudah 40 tahun ini tidak ada swasembada apalagi ekspor, lalu akhirnya tahun 2012 kita bisa swasembada. Semoga dengan kelebihan ini bisa sedikit ekspor," ujar Sharif. Sharif menambahkan kelebihan garam konsumsi ini bisa memasok garam industri dengan kenaikan NaCl (Natrium Klorida)-nya. "Kalau bisa mencukupi garam konsumsi maka harus meningkatkan NaCl agar menjadi garam industri," kata Sharif. Perbedaan garam industri dengan garam konsumsi terletak pada kandungan NaCl. Garam konsumsi memiliki kandungan NaCl minimum 94,7 persen dari basis kering, sedangkan garam industri memiliki kandungan NaCl minimum 97 persen yang digunakan untuk keperluan bahan baku atau bahan penolong industri. "Kita juga harapkan hasil kelebihan garam ini bisa kita jadikan kenaikan NaCl-nya menjadi 97 sampai 98 persen untuk bisa menyuplai garam industri. Karena selama ini garam industri memang impor," jelas Sharif. (*/jno)