Padang (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Padang, Sumatra Barat (Sumbar) mengungkapkan berkas kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) salah satu bank BUMN yang diusut oleh pihaknya kini sudah berada di tangan Jaksa Peneliti.
"Jaksa Penyidik sudah menyerahkan berkas perkara ke Jaksa Peneliti pada pekan lalu, kini tim Jaksa Peneliti sedang bekerja," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Padang Yuli Andri di Padang, Selasa.
Ia mengatakan Jaksa Peneliti akan meneliti kelengkapan berkas perkara yang disebut telah merugikan keuangan negara hingga Rp1,9 miliar itu.
"Berkas perkara yang diteliti sebanyak dua berkas, karena tersangka yang berjumlah dua orang diproses dalam dua berkas terpisah (Split)," jelasnya.
Ia menjelaskan penelitian yang sedang berjalan akan menentukan status penanganan perkara apakah bisa dilimpahkan ke pengadilan untuk disidang, atau dikembalikan ke Jaksa penyidik karena belum lengkap (P19).
Yuli Andri menjelaskan penyerahan berkas ke Jaksa Peneliti itu dapat diartikan bahwa penanganan perkara sudah mencapai delapan puluh persen sebelum dibawa ke Pengadilan.
"Selama proses pemberkasan berjalan di tahap penyidikan, kami telah memeriksa hampir lima puluh saksi yang berkaitan dengan kasus," jelasnya.
Pada bagian lain, Yuli Andri mengungkapkan kedua tersangka yang dijerat dalam perkara itu masih ditahan sejak April lalu hingga sekarang.
Kedua tersangka adalah UA yang berjenis kelamin perempuan, dan DK berjenis kelamin laki-laki yang memiliki latar belakang sebagai oknum karyawan Bank BUMN.
"Selain mengebut pemberkasan, kami juga terus berupaya untuk memulihkan keuangan negara dengan melacak serta menelusuri aset milik tersangka," jelasnya.
Pasalnya sepanjang penyidikan yang berjalan, baik UA maupun DK sama-sama mengaku bahwa yang telah mereka habiskan untuk gaya hidup serta dibelanjakan.
Tersangka dijerat dengan pidana melanggar pasal melanggar pasal 2 ayat (1), Juncto (Jo) pasal 3, Jo 8 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Kasus yang menjerat mereka berdua adalah dugaan korupsi penyalahgunaan pemberian fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) periode 2022-2023.
DK yang menjabat sebagai Mantri di bank "pelat merah" itu berperan sebagai pihak yang berperan penting dan dominan dalam praktik pengajuan dana KUR yang tidak sesuai prosedur.
Dalam menjalankan aksinya DK bekerja sama atau bersekongkol dengan tersangka UA untuk melakukan penyalahan prosedur dalam pengajuan serta pencairan dana KUR.
Tersangka UA berperan sebagai orang yang merekrut warga sebagai calon debitur, mencari para calon nasabah di wilayah Simpang Haru, Padang, lalu mengumpulkan dokumen identitas seperti KTP dan KK.
Setelahnya UA menyerahkan data-data yang telah dikumpulkan itu kepada DK sebagai Mantri bank yang bisa menentukan apakah pengajuan KUR diterima atau tidak.
Tersangka DK dengan posisinya di bank memiliki otoritas serta tanggung jawab untuk melakukan verifikasi lapangan, menilai kelayakan usaha, serta merekomendasikan pencairan dana.
Namun alih-alih melakukan proses sesuai prosedur, DK malah memanfaatkan posisinya itu untuk menyalahgunakan wewenang dan mengambil keuntungan.
Menurut Kejaksaan tersangka diduga secara aktif telah memfasilitasi pencairan dana KUR kepada debitur yang tidak memenuhi syarat, dan bahkan menginisiasi proses manipulasi data bersama tersangka UA.
DK secara sadar meloloskan 51 pengajuan kredit KUR yang sebenarnya fiktif, karena para pemohon tidak memiliki usaha riil.
Setelah proses pencairan selesai, dana kredit yang berkisar antara Rp30 juta hingga Rp100 juta per debitur tidak disalurkan atau digunakan sebagaimana mestinya.
"Dana yang sudah cair itu dikuasai oleh tersangka UA, sedangkan DK juga mendapatkan bagian keuntungan dari sana," kata Kajari Padang Aliansyah dalam keterangan pers April lalu.
Penyidik Kejaksaan juga menemukan modus bahwa kedua tersangka berusaha menutupi perbuatannya dengan tetap membayar cicilan secara bertahap melalui tersangka UA.
Namun seiring berjalannya waktu, skema tersebut mulai bermasalah karena sejak Januari hingga Juli 2024 terjadi kemacetan pembayaran (kolektibilitas 5) yang menyebabkan 51 pinjaman ditutup bukunya.
Akibat perbuatan para tersangka itu akhirnya timbul kerugian keuangan negara pada salah satu bank BUMN senilai Rp1,9 miliar lebih.
Padahal sejatinya, program KUR dihadirkan oleh pemerintah sebagai program untuk mendukung pembiayaan para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).