Penyidikan kasus korupsi dana KUR terus dilanjutkan Kejari Padang

id korupsi dana KUR,Kejari Padang,Padang, Sumatra Barat

Penyidikan kasus korupsi dana KUR terus dilanjutkan Kejari Padang

Kajari Padang Aliansyah (tengah) saat menggelar jumpa pers penetapan DK selaku tersangka kasus dugaan korupsi dana KUR di Padang, pada Kamis (17/4). ANTARA/FathulAbdi

Padang (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang, Sumatra Barat (Sumbar) masih terus melanjutkan penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) salah satu bank BUMN di kota setempat.

Penyidikan tersebut berlanjut setelah Kejaksaan menetapkan dua orang sebagai tersangka pada April lalu secara berturut-turut, yakni UA dan DK.

"Sampai sekarang penyidikan terhadap kasus masih terus berlanjut, kami sedang memeriksa puluhan saksi terkait," kata Kepala Kejari Padang Aliansyah di Padang, Selasa.

Ia mengatakan pihaknya sudah memeriksa hampir lima puluh saksi dengan berbagai latar belakang sejak April lalu, terutama para debitur yang namanya dipakai oleh tersangka untuk mengajukan dana KUR.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Padang Yuli Andri menerangkan, sebenarnya pemeriksaan saksi untuk tersangka terhadap tersangka UA sudah hampir rampung.

Karena UA yang berjenis kelamin perempuan ditetapkan lebih dulu sebagai tersangka oleh Kejari Padang pada 10 April 2025.

Kemudian sepekan berselang, Tim Penyidik Pidana Khusus Kejari Padang kembali menetapkan satu tersangka lainnya dalam perkara yang sama.

Tersangka itu adalah DK, laki-laki-laki yang merupakan oknum pegawai salah satu bank BUMN yang telah mengucurkan dana KUR.

"Dalam progres saat ini puluhan saksi yang telah diperiksa untuk berkas UA, kembali kami periksa untuk berkas tersangka DK," jelasnya.

Ia mengatakan secepatnya Kejaksaan akan merampungkan penyidikan terhadap kasus yang disebutkan telah merugikan negara mencapai Rp1,9 miliar.

"Selain mengebut pemberkasan, kami juga terus berupaya untuk memulihkan keuangan negara dengan melacak serta menelusuri aset milik tersangka," jelasnya.

Pasalnya sepanjang penyidikan yang berjalan, baik UA maupun DK sama-sama mengaku bahwa yang telah mereka habiskan untuk gaya hidup serta dibelanjakan.

Yuli Andri mengatakan saat ini kedua tersangka masih menjalani penahanan badan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Anak Air Padang dan Lapas Perempuan.

Tersangka dijerat dengan pidana melanggar pasal melanggar pasal 2 ayat (1), Juncto (Jo) pasal 3, Jo 8 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Kasus itu adalah ugaan korupsi penyalahgunaan pemberian fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) periode 2022-2023.

DK yang menjabat sebagai Mantri di bank "pelat merah" itu berperan sebagai pihak yang berperan penting dan dominan dalam praktik pengajuan dana KUR yang tidak sesuai prosedur.

Dalam menjalankan aksinya DK bekerja sama atau bersekongkol dengan tersangka UA untuk melakukan penyalahan prosedur, UA berperan sebagai calo yang merekrut warga sebagai calon debitur.

Tersangka UA awalnya mencari para calon nasabah di wilayah Simpang Haru, Padang, lalu mengumpulkan dokumen identitas seperti KTP dan KK.

Setelah itu UA menyerahkan data-data yang telah diperoleh kepada DK sebagai Mantri bank yang bisa menentukan apakah pengajuan diterima atau tidak.

"Tersangka DK memiliki otoritas dan tanggung jawab untuk melakukan verifikasi lapangan, menilai kelayakan usaha, serta merekomendasikan pencairan dana," kata Yuli Andri.

Namun alih-alih melakukan proses sesuai prosedur, DK malah memanfaatkan posisinya sebagai pejabat bank untuk menyalahgunakan wewenang dan mengambil keuntungan.

Tersangka diduga secara aktif telah memfasilitasi pencairan dana KUR kepada debitur yang tidak memenuhi syarat, dan bahkan menginisiasi proses manipulasi data bersama tersangka UA.

DK secara sadar meloloskan 51 pengajuan kredit KUR yang sebenarnya fiktif, karena para pemohon tidak memiliki usaha riil.

Ia mengatakan dari proses penyidikan terungkap bahwa seluruh data usaha, termasuk foto lokasi, bahkan izin usaha disusun secara fiktif dengan sepengetahuan dan persetujuan kedua tersangka.

Setelah proses pencairan selesai, dana kredit yang berkisar antara Rp30 juta hingga Rp100 juta per debitur tidak digunakan sebagaimana mestinya.

"Dana yang sudah cair itu dikuasai oleh tersangka UA, sedangkan DK juga mendapatkan bagian keuntungan dari sana," ungkapnya.

Penyidik Kejaksaan juga menemukan modus bahwa kedua tersangka berusaha menutupi perbuatannya dengan tetap membayar cicilan secara bertahap melalui tersangka UA.

Namun seiring berjalannya waktu, skema tersebut mulai bermasalah karena sejak Januari hingga Juli 2024 terjadi kemacetan pembayaran (kolektibilitas 5) yang menyebabkan 51 pinjaman ditutup bukunya.

Akibat perbuatan kedua tersangka itu akhirnya timbul kerugian keuangan negara pada salah satu bank BUMN senilai Rp1,9 miliar lebih.

Dalam perkara itu DK sebagai pejabat bank bertindak bukan hanya sebagai pembantu, tetapi sebagai penggerak utama yang memuluskan seluruh proses.

Serta menyalahgunakan kewenangan jabatannya untuk memperkaya diri atau orang lain secara melawan hukum.

Padahal sejatinya, program KUR dihadirkan sebagai program pemerintah untuk mendukung pembiayaan para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Pewarta :
Uploader: Jefri Doni
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.