Painan (ANTARA) - Komunitas Penabulu-Stop TB Partnership Indonesia (STPI) Sumatera Barat akan membantu program eliminasi tuberkulosis atau TBC di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, pada 2025.
Lembaga swadaya masyarakat itu akan bermitra dengan Dinas Kesehatan setempat untuk menemukan terduga pengidap TBC.
Manajer Penabulu Sumatera Barat, Dedi Abdul Kadir, di Painan, Sabtu, mengatakan lembaganya sudah eksis di Sumbar sejak 2021, tetapi hanya di Padang dan Padang Pariaman. Pada 2025 pihaknya melebarkan sayap ke Pesisir Selatan, Kota Bukittinggi, dan Kabupaten Pasaman Barat.
"Kami sedang melakukan persiapan dan menyusun program untuk bekerja di Pesisir Selatan tahun depan. Kami sudah berkoordinasi dengan Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Pesisir Selatan dan sudah meminta data penyebaran TBC. Kami juga merekrut kader dengan membuka pendaftaran," ujarnya.
Dedi mengatakan bahwa pihaknya mendukung program pemerintah daerah untuk mengendalikan TBC dengan bermitra dengan Dinas Kesehatan.
Ia menyatakan bahwa pihaknya membantu Dinas Kesehatan untuk mencapai standar pencapaian minimum daerah terkait dengan penemuan terduga pengidap TBC dan ternotifikasi TBC.
Untuk menemukan terduga pengidap TBC, pihaknya melakukan investigasi kontak terhadap pasien TBC. Abdul mengatakan bahwa kader Penabulu-STPI akan datang ke rumah pasien untuk memeriksa orang yang berkontak dengan pasien untuk melihat apakah orang tersebut punya gejala TBC. Jika bergejala, pihaknya akan menyarankan orang itu untuk diperiksa di puskesmas.
"Target kami ialah mendorong atau meningkatkan penemuan kasus TBC. Kami memastikan orang untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan karena banyak orang yang enggan diperiksa," tuturnya.
Kalau orang yang bergejala TBC ternyata positif TBC, kata Dedi, pihaknya akan mendampingi pengobatan orang tersebut. Ia mengatakan bahwa kader Penabulu-STPI memastikan agar penderita TBC datang ke fasilitas kesehatan dan minum obat.
"Kader Penabulu-STPI juga akan memberikan pemahaman kepada keluarga pasien untuk memastikan pasien minum obat. Kami juga mendorong dan memastikan orang yang kontak serumah dengan penderita TBC, tetapi negatif TBC untuk meminum obat sebagai terapi pencegahan karena bakteri TBC tidak mati kalau tidak dibunuh dengan obat terapi pencegahan. Bakteri tersebut tidak bekerja di tubuh pasien yang negatif TBC karena imun tubuhnya kuat," tuturnya.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Pesisir Selatan, Erna Juita, mengatakan kabupaten tersebut pada 2025 menjadi salah satu daerah yang masuk program Active Case Finding (ACF) tahap III, yang merupakan program pemerintah pusat.
Erna menjelaskan bahwa ACF adalah kegiatan yang bertujuan menemukan kasus TBC melalui serangkaian pemeriksaan, seperti pemeriksaan riwayat penyakit dan gejala, dahak, tuberculin, dan ronsen dada.
Erna menginformasikan bahwa pada ACT tahap III 2025 pihaknya ditargetkan untuk memeriksa 3.000 orang yang berisiko terkena TBC, yaitu orang kontak serumah dengan penderita TBC, perokok, pengidap diabetes melitus, penderita gizi buruk, dan pengidap HIV.
Karena itu, pihaknya berterima kasih kepada Penabulu-STPI Sumatera Barat atas kehadiran yayasan tersebut di Pesisir Selatan pada tahun depan. Ia menyatakan bahwa yayasan itu membantu menyukseskan program ACF III di Pesisir Selatan.
"Kami bersyukur Komunitas Penabulu-STPI Sumatera Barat ikut menyukseskan ACF III di Pesisir Selatan. Mereka punya kader untuk bekerja dengan anggaran dana mereka sendiri dan punya jaringan untuk merujuk pasien ke fasilitas kesehatan," ujar Erna.
Pada 2024 pihak yang menemukan 1.076 kasus TBC di Pesisir Selatan hingga November. Menurutnya, ada kemungkinan temuan kasus TBC di kabupaten tersebut tahun ini melebihi 1.076 karena data Desember belum masuk.
Selain itu, pada 2024 hingga November pihaknya sudah memeriksa 6.823 orang yang terduga mengidap TBC.
Erna menjelaskan bahwa terduga pengidap TBC ialah orang yang memiliki gejala TBC, seperti batuk berdahak berulang selama 14 hari, berat badan turun secara drastis dalam waktu singkat, berkeringat pada malam hari tanpa beraktivitas, dan nafsu makan menurun.
Ia menambahkan pada 2025 pihaknya menargetkan insidensi TBC (jumlah kasus baru) turun 50 persen dan kematian akibat TBC turun 75 persen.*