Jakarta (ANTARA) - Guru besar penelitian dan evaluasi pendidikan Uhamka Abdul Rahman A. Ghani memandang model kurikulum pendidikan yang dibutuhkan untuk Indonesia Emas 2045 harus mengakomodasi beberapa aspek penting, salah satunya pembelajaran yang fleksibel dan sesuai perkembangan zaman.
Aspek tersebut merupakan konsep yang ditawarkan Ghani untuk kurikulum pendidikan dalam tahun-tahun mendatang menuju tahun 2045. Ia menyebutnya sebagai kurikulum transformasional.
“Pembelajaran harus fleksibel, sesuai dengan perkembangan zaman. Guru tidak for all di dalam kelas, dari awal sampai akhir. Fleksibelnya seperti apa, tapi yang jelas bahwa tidak monoton dan tidak seperti ceramah saja, apakah juga termasuk pendekatan student center di sana atau guru sebagai fasilitator misalnya seperti itu,” kata Ghani dalam webinar Ruangguru yang disiarkan secara daring di Jakarta, Selasa.
Kurikulum yang transformasional, imbuh Ghani, di samping pembelajaran fleksibel dan terkini juga turut mendorong cinta ilmu dan sains. Dalam hal ini, maka perlu digunakan metode pembelajaran partisipatif dan menarik untuk mendorong anak mencintai ilmu dan sains.
Kemudian yang tak kalah penting, yakni aspek wholeness education. Ia menjelaskan, wholeness education berarti pendekatan yang mengintegrasikan pengetahuan, moral, spiritual, keterampilan, dan fisik untuk membentuk peserta didik secara utuh.
Secara historis, kurikulum pendidikan di Indonesia terus berkembang mengikuti zaman dan kebutuhan di masyarakat. Dengan adanya Undang-Undang (UU) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2025-2045 yang mendukung Visi Indonesia Emas 2045, Ghani menilai bahwa pendidikan dan kurikulum harus mampu menjawab tantangan ini.
“Di Tahun 2022, ada kurikulum Merdeka Belajar yang lebih menekankan pada pengembangan softskill dan karakter, fokusnya pada materi esensial serta pembelajaran yang fleksibel. Nah bagaimana dengan kurikulum untuk transformasi Indonesia Emas? Mengenai itu masih mengundang pertanyaan-pertanyaan,” kata dia.
Ghani mengingatkan, Indonesia menghadapi berbagai tantangan domestik termasuk di bidang pendidikan di mana skor PISA masih rendah berdasarkan data tahun 2020 untuk sains, matematika, dan membaca. Literasi di sekolah, menurutnya, perlu digalakkan kembali supaya Indonesia tidak tertinggal di dunia internasional.
“Skor PISA kita masih rendah, masih di bawah rata-rata negara OECD dan ASEAN-5, menunjukkan tantangan besar dalam kualitas pendidikan kita,” kata Ghani.
Selain itu, ia juga menyoroti masih besarnya penduduk di Indonesia yang hanya berpendidikan SMP dan rendahnya lulusan perguruan tinggi. Pada 2023, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga berada di peringkat ke-112 di dunia. Merujuk pada kondisi faktual tersebut, menurut Ghani, maka perbaikan kualitas pendidikan penting untuk diwujudkan.
Ghani mengingatkan bahwa teknologi informasi dan komunikasi telah menjadi dasar utama kehidupan saat ini. Gelombang perubahan teknologi juga menimbulkan tantangan yang kompleks bagi dunia pendidikan.
Oleh sebab itu, hal utama untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045 adalah merumuskan gambaran sumber daya manusia (SDM) yang dibutuhkan masa depan. SDM masa depan harus memiliki keterampilan yang mampu menjawab tantangan tersebut.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pakar: Model kurikulum harus fleksibel untuk capai visi Indonesia Emas