Komitmen Pemprov Sumbar melakukan transformasi pembangun hijau
Painan (ANTARA) - Isu perubahan iklim yang melanda bumi, upaya untuk meminimalisir dan mengendalikan dampaknya menjadi sangat penting.
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat berkomitmen melakukan pembangunan rendah emisi guna meminimalisir dampak perubahan iklim.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah pengembangan pembangunan hijau, dengan patokan peningkatan ekonomi harus sejalan dengan peningkatan kualitas ekologi, atau yang dikenal juga dengan konsep pembangunan hijau.
Gubernur Mahyeldi Ansharullah menyebutkan Sumatera Barat telah menuangkan upaya mitigasi perubahan iklim dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2021-2026.
“Ketika telah dilaksanakan upaya mitigasi tersebut diproyeksikan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dapat turun sebesar 9,72 persen atau setara dengan 14,1 juta ton CO2 equivalen pada tahun 2030,”kata Mahyeldi Ansharullah dalam acara workshop kolaborasi Pemprov Sumbar dan KKI Warsi dengan tema Transformasi Pembangunan Hijau Sumatera Barat : Mainstraiming Pembangunan Hijau Melalui Perhutanan Sosial Menyongsong RPJP 2025-2045 di Painan, Pesisir Selatan, 19 September 2024.
Gubernur menyebutkan Transformasi hijau ini penting, karena dengan transformasi hijau diharapkan akan mengurangi emisi gas rumah kaca, efisiensi penggunaan sumberdaya, dan melindungi keanekaragaman hayati.
Emisi gas rumah kaca, ini sangat erat kaitannya dengan perubahan iklim. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat berkomitmen untuk mengambil peran dalam upaya pengendalian perubahan iklim untuk mendukung pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC), yaitu komitmen tingkat negara yang menguraikan upaya dan tindakan yang ingin diambil suatu negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim.
Secara lebih spesifik gubernur mengungkapkan RPJMD bidang pertanian penurunan emisi sebesar 24,11 persen, bidang energy sebesar 23,95 persen, bidang pengelolaan limbah sebesar 5,32 persen dan bidang kehutanan sebesar 8,41 persen.
Khusus untuk Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lainnya (FOLU), pada Tahun 2022 Provinsi Sumatera Barat telah menyusun Dokumen Rencana Kerja Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 Sub Nasional Sumatera Barat.
“Kita telah melaksanakan program rehabilitasi hutan, pengelolaan hutan berbasis masyarakat, serta penguatan kelembagaan dalam pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Bentuk keseriusan kita ini juga didukung oleh legislatif dengan terbitnya Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perhutanan Sosial,” ujar Gubernur.
Senada dengan Gubernur, Adi Junedi Direktur KKI Warsi, lembaga yang aktif melakukan pendampingan masyarakat disekitar hutan menyebutkan perhutanan sosial merupakan instrument penting dalam upaya pengendalian perubahan iklim. “Perhutanan sosial mampu menjaga tutupan hutan atau bahkan meningkatkan tutupan hutan,” kata Adi Junedi.
Ini merujuk pada data analisa citra KKI Warsi tahun 2022 dan 2023, kawasan perhutanan sosial di Sumatera Barat, terlihat pertumbuhan tutupan hutan.
Tahun 2022, tutupan hutan di areal perhutanan sosial dampingan KKI Warsi seluas 58.865 ha dan tahun 2023 menjadi 60.442 atau meningkat sebanyak 1.577 ha.
“Pertumbuhan ini bisa di lihat di landscape Lunang, Gunung Selasih, Kampung Baru Korong Nan Ampek dan Sariak Alahan Tigo, ini menunjukkan bahwa sesudah adanya izin perhutanan sosial diberikan kepada masyarakat komitmen masyarakat menjaga hutan semakin baik, sehingga meningkatkan tutupan hutan,”kata Adi Junedi.
Pada sela-sela acara juga dilakukan serah terima bantuan secara simbolis oleh Gubernur didampingi Kadis Kehutanan, Bupati Pesisir Selatan dan Direktur KKI Warsi lepada tiga pemegang izin perhutanan sosial yang tersebar di tiga Nagari di Kabupaten Pesisir Selatan yaitu , LPHN Kapujan Koto Barapak (alat pengolah sirup pala), LPHN Pelangai Gadang (sarana prasarana ekowisata), dan LPHN Padang XI Punggasan (Stup lebah Galo-galo). Harapannya dari bantuan ini dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat pemegang izin perhutanan sosial.*
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat berkomitmen melakukan pembangunan rendah emisi guna meminimalisir dampak perubahan iklim.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah pengembangan pembangunan hijau, dengan patokan peningkatan ekonomi harus sejalan dengan peningkatan kualitas ekologi, atau yang dikenal juga dengan konsep pembangunan hijau.
Gubernur Mahyeldi Ansharullah menyebutkan Sumatera Barat telah menuangkan upaya mitigasi perubahan iklim dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2021-2026.
“Ketika telah dilaksanakan upaya mitigasi tersebut diproyeksikan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dapat turun sebesar 9,72 persen atau setara dengan 14,1 juta ton CO2 equivalen pada tahun 2030,”kata Mahyeldi Ansharullah dalam acara workshop kolaborasi Pemprov Sumbar dan KKI Warsi dengan tema Transformasi Pembangunan Hijau Sumatera Barat : Mainstraiming Pembangunan Hijau Melalui Perhutanan Sosial Menyongsong RPJP 2025-2045 di Painan, Pesisir Selatan, 19 September 2024.
Gubernur menyebutkan Transformasi hijau ini penting, karena dengan transformasi hijau diharapkan akan mengurangi emisi gas rumah kaca, efisiensi penggunaan sumberdaya, dan melindungi keanekaragaman hayati.
Emisi gas rumah kaca, ini sangat erat kaitannya dengan perubahan iklim. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat berkomitmen untuk mengambil peran dalam upaya pengendalian perubahan iklim untuk mendukung pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC), yaitu komitmen tingkat negara yang menguraikan upaya dan tindakan yang ingin diambil suatu negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim.
Secara lebih spesifik gubernur mengungkapkan RPJMD bidang pertanian penurunan emisi sebesar 24,11 persen, bidang energy sebesar 23,95 persen, bidang pengelolaan limbah sebesar 5,32 persen dan bidang kehutanan sebesar 8,41 persen.
Khusus untuk Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lainnya (FOLU), pada Tahun 2022 Provinsi Sumatera Barat telah menyusun Dokumen Rencana Kerja Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 Sub Nasional Sumatera Barat.
“Kita telah melaksanakan program rehabilitasi hutan, pengelolaan hutan berbasis masyarakat, serta penguatan kelembagaan dalam pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Bentuk keseriusan kita ini juga didukung oleh legislatif dengan terbitnya Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perhutanan Sosial,” ujar Gubernur.
Senada dengan Gubernur, Adi Junedi Direktur KKI Warsi, lembaga yang aktif melakukan pendampingan masyarakat disekitar hutan menyebutkan perhutanan sosial merupakan instrument penting dalam upaya pengendalian perubahan iklim. “Perhutanan sosial mampu menjaga tutupan hutan atau bahkan meningkatkan tutupan hutan,” kata Adi Junedi.
Ini merujuk pada data analisa citra KKI Warsi tahun 2022 dan 2023, kawasan perhutanan sosial di Sumatera Barat, terlihat pertumbuhan tutupan hutan.
Tahun 2022, tutupan hutan di areal perhutanan sosial dampingan KKI Warsi seluas 58.865 ha dan tahun 2023 menjadi 60.442 atau meningkat sebanyak 1.577 ha.
“Pertumbuhan ini bisa di lihat di landscape Lunang, Gunung Selasih, Kampung Baru Korong Nan Ampek dan Sariak Alahan Tigo, ini menunjukkan bahwa sesudah adanya izin perhutanan sosial diberikan kepada masyarakat komitmen masyarakat menjaga hutan semakin baik, sehingga meningkatkan tutupan hutan,”kata Adi Junedi.
Pada sela-sela acara juga dilakukan serah terima bantuan secara simbolis oleh Gubernur didampingi Kadis Kehutanan, Bupati Pesisir Selatan dan Direktur KKI Warsi lepada tiga pemegang izin perhutanan sosial yang tersebar di tiga Nagari di Kabupaten Pesisir Selatan yaitu , LPHN Kapujan Koto Barapak (alat pengolah sirup pala), LPHN Pelangai Gadang (sarana prasarana ekowisata), dan LPHN Padang XI Punggasan (Stup lebah Galo-galo). Harapannya dari bantuan ini dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat pemegang izin perhutanan sosial.*