Padang (ANTARA) - Hadiman sedang di ruang kerjanya pada siang itu, di lantai Empat Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Barat (Sumbar) ketika jam menunjukkan pukul 14.00 WIB.
Lelaki berusia 49 tahun itu tengah "bersitungkin," dengan tumpukan berkas yang tidak pernah berhenti menghiasi meja kerjanya setiap hari.
Ia melemparkan senyum yang khas sambil terus membolak-balikkan kertas dalam genggaman, sesekali berkas tersebut dibubuhinya tandatangan.
Pembawaannya tenang, raut wajahnya teliti penuh kehati-hatian. Namun jika sudah bercengrakama, Hadiman adalah pribadi yang ramah dan komunikatif.
Sebagai seorang Asisten Pidana Khusus di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar, Hadiman sudah terbiasa dengan tumpukan berkas di hadapannya, ibarat kata sudah jadi makanan sehari-hari.
Begitulah konsekuensi dari jabatannya sebagai Asisten Pidana Khusus Kejati Sumbar yang memegang tali kendali sekaligus pengelola di bidang pidana khusus.
Bidang yang ia bawahi bukanlah bidang sembarangan, sebab bidang tersebut diberi kewenangan oleh Undang-undang untuk menangani perkara tindak pidana korupsi.
Mulai dari tahap penyelidikan, penyidikan, pra penuntutan, penuntutan, hingga pelaksanaan putusan serta penetapan dari Pengadilan.
Bidang pidana khusus ibaratkan ruang operasi yang siap untuk membedah serta menangani pasien-pasien yang terjangkit masalah korupsi.
Jika anda adalah seorang pejabat atau penyelenggara negara yang korup, maka di sanalah anda akan diperiksa oleh para Penyidik.
Sampai saat ini, belum ada yang bercita-cita untuk dipanggil atau diperiksa oleh bidang yang di bawahi Hadiman.
Karena kalau dipanggil atau diperiksa, bisa jadi anda sedang "tidak baik-baik saja", alias sedang bermasalah dengan hukum.
Hadiman Cs juga punya hadiah bagi orang-orang bermasalah, yaitu rompi merah jambu yang di bagian belakangnya tertulis "Tahanan Pidsus".
Jika melihat warnanya mungkin rompi tersebut terkesan lucu juga imut, tapi rompi itu mampu mengantarkan pemakainya ke dalam sel tahanan.
Hadiman sudah menjadi nakhoda di Bidang Pidana Khusus Kejati Sumbar sejak April 2023, sebelumnya ia menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Mojokerto.
Suami dari Nurlela tersebut adalah putera asli dari Tanah Rencong, Aceh, tepatnya di Aceh Tenggara.
Bapak dari tiga anak itu menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di tanah kelahirannya yaitu di Aceh Tenggara.
Setelah tamat SMA, Hadiman muda pergi merantau ke Medan di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara demi menggapai gelar Sarjana-1 Ilmu Hukum.
Perjalanan karir yang ditempuh oleh Hadiman hingga saat ini tidaklah mudah, karena ia benar-benar berjuang dari level paling bawah.
Jangan dibayangkan saat mendaftar di Korps Adhyaksa dua puluh empat tahun silam, Hadiman langsung diangkat menjadi seorang Jaksa.
Bukan demikian, ia merintis karirnya sebagai dari awal sebagai seorang staf tata usaha di Kejaksaan Negeri Sabang, Aceh kurang lebih selama dua tahun.
Setelah dua tahun barulah Hadiman diangkat menjadi seorang Jaksa Fungsional di Kejaksaan Negeri Gayo Lues.
Berkat kesungguhan serta ketekunan, jenjang karir Hadiman akhirnya menanjak secara perlahan. Ia mulai dipercaya memangku berbagai jabatan oleh pimpinan.
Jabatan pertamanya adalah Kepala Sub Seksi Ekonomi dan Moneter di Kejaksaan Negeri Gayo Lues, setelah itu diangkat menjadi Kepala Seksi Intelijen di Kejari yang sama.
Tiga tahun berselang Hadiman kembali mendapatkan jabatan baru sebagai Kepala Seksi Pidana Khusus di Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Selatan yang bertipe B.
Untuk diketahui, setiap Kejaksaan Negeri atau Kejaksaan Tinggi yang ada di daerah dilabeli oleh dua tipe yakni A dan B, tipe yang tinggi adalah tipe A.
Awal Oktober 2011 adalah momen penting bagi perjalanan karir Hadiman, karena setelah sepuluh tahun lebih mengabdi ia akhirnya mengecap Kejaksaan Negeri tipe A.
Pimpinan Kejaksaan Agung RI mempercayai Hadiman untuk menjadi pemimpin di Kejaksaan Negeri (Kejari) Cirebon, Jawa Barat.
Dari Cirebon lelaki dengan kulit kuning Langsat itu lalu melompat ke Kejaksaan Agung RI sebagai Jaksa Fungsional, lalu pindah lagi ke Kejati DKI Jakarta.
Tidak terasa seiring berjalannya waktu, Hadiman sudah memangku berbagai jabatan dalam kurun waktu 17 tahun dinas. Asam dan garam sudah ia telan selama menjadi Jaksa.
Pada awal Februari 2018, nama Hadiman kembali mengisi SK mutasi Kejaksaan Agung RI. Kali ini, ia ditunjuk menjadi koordinator di Kejati Sulawesi Tengah yang merupakan jabatan eselon III/b.
Usai menjadi koordinator, ia langsung dipercaya memegang pucuk pimpinan dua Kejari secara berturut-turut yakni Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi dan Kejari Mojokerto.
Usai melalang buana di berbagai jabatan serta pangkat, gelombang mutasi pada 2023 kembali menerbangkan Hadiman dari jabatan yang tengah diemban.
Kali ini, angin mutasi menerbangkannya ke ranah Minangkabau untuk mengisi jabatan sebagai Asisten Tindak Pidana Khusus di Kejati Sumbar.
Ia menjalankan tugas serta fungsi dengan penuh tanggung jawab ketika bertugas di kantor Kejati Sumbar yang beralamat di Jalan Jaksa Agung R Soeprapto, Flamboyan Baru, Padang.
Seperti kebanyakan orang yang datang dari luar, Hadiman turut memuji kelezatan masakan di Sumbar, khususnya gulai ikan dan Randang.
Ia berseloroh pinggang celananya menjadi sempit, dan berat badannya naik ketika bertugas di Sumbar. Godaan kuliner, katanya, terlalu sulit untuk ditolak ketika berada di Sumbar.
Kedatangan Hadiman di Sumbar terbukti mampu menggerakkan mesin penanganan korupsi di Kejati yang awalnya biasa-biasa saja, menjadi lebih agresif.
Sejumlah kasus yang selama ini mengendap di bawah perhatian publik berhasil diangkat oleh Hadiman Cs ke permukaan.
Sebut saja kasus dugaan korupsi pengadaan alat praktik siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) pada Dinas Pendidikan Sumbar.
Dalam kasus itu menurut hasil audit, negara disebut telah mengalami kerugian mencapai Rp5,5 miliar karena adanya dugaan penyelewengan.
Delapan orang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tersebut, dengan berbagai latar belakang mulai dari Aparatus Sipil Negara (ASN), pejabat dinas, dan swasta.
Sepanjang proses penyidikan yang berjalan, Hadiman terus menggali perkara secara lebih mendalam dengan mengumpulkan bukti dan saksi yang diperlukan.
Pada 19 Maret 2024, para pegawai di Dinas Pendidikan Sumbar mungkin dibuat kaget tatkala Hadiman beserta selusin Jaksa datang untuk menggeledah.
Penggeledahan dilakukan dengan memeriksa berbagai ruangan, lemari, serta tumpukan berkas yang ada di kantor dinas tersebut.
Tidak hanya sampai di sana, Hadiman beserta tim kembali melakukan gebrakan dua hari berselang. Kali ini ia bersama tim mendatangi Kantor Gubernur Sumbar.
Tim nya terus melaju dengan mantap seolah tidak mengenal takut dalam pengusutan kasus yang dilakukan.
Kini tujuh orang tersangka telah ditahan oleh Tim Penyidik dalam kasus tersebut, sedangkan satu tersangka lain dinyatakan buron karena mangkir dari panggilan Penyidik.
Selain dinas pendidikan, Hadiman beserta tim juga turut menangani kasus dugaan korupsi yang lain secara bersamaan.
Kasus itu adalah dugaan korupsi pengadaan face shield saat pandemi COVID-19 melanda negeri beberapa tahun silam, proyek ini beberada di BPBD Sumbar.
Rezim Hadiman langsung menaikkan proses perkara itu dari Penyelidikan menjadi Penyidikan setelah menemukan unsur pidana. Penyidikan masih terus berjalan sampai saat ini.
Ada juga kasus pengadaan sapi bunting, dan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Tol Padang-Sicincin jilid dua yang tengah diusut.
Di samping pengusutan kasus korupsi, nama Hadiman juga menoreh prestasi ketika tengah menjabat sebagai Aspidsus di Kejati Sumbar.
Namanya masuk dalam deretan nama Jaksa untuk mengikuti gelaran Adhyaksa Awards 2024 yang diselenggarakan oleh Detik.com bersama Kejaksaan Agung RI.
Dalam kompetisi tersebut ia bersaing dengan ribuan Jaksa dari seluruh wilayah Indonesia untuk dinilai lalu disaring kembali oleh panitia.
Tim penyeleksi bersifat independen yakni Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) 2015-2024 Barita Simanjuntak, Dekan FH Unsoed Prof Fauzan, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni, dan Pemred detikcom Alfito Deannova.
Dari hasil pengerucutan tim akhirnya dipilih tiga nama Jaksa sebagai nominator untuk kategori Jaksa teladan dalam Integritas, satu di antaranya adalah Hadiman.
Sekalipun tidak mencapai peringkat satu, Hadiman tetap boleh bersuka hati karena masuk tiga besar dan menjadi nominator.
Tentunya tidak mudah untuk berada di angka tiga besar, bersaing dengan ribuan Jaksa yang memiliki Kemampuan dan kapabilitasnya masing-masing.
Prestasi tersebut menambah deretan penghargaan yang pernah diterima oleh Hadiman selama berprofesi sebagai Jaksa.
Ia pernah meraih penghargaan sebagai Kajari terbaik ke 3 se-Indonesia, dan terbaik ke-1 se-Riau saat menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Kuansing pada 2021.
Pada bagian lain, kesibukan sebagai Jaksa tidak membuat Hadiman lupa akan gelar akademisnya.
Pada 13 Agustus 2024 ia telah menjalan sidang desertasi Doktor Ilmu Hukum di Universitas Jayabaya, yang secara resmi telah menyandangkan gelar Dr di depan namanya.
Hanya saja, tidak ada jabatan yang abadi di sebuah institusi pemerintahan. Perputaran roda organisasi kembali bergulir di lingkungan Kejaksaan Agung RI pada 9 Agustus 2024.
Bersamaan dengan itu, Hadiman harus mengakhiri tugasnya di Sumbar karena menjadi Kepala Subdirektorat Prapenuntutan Direktorat Tindak Pidana Terorisme dan Lintas Negara pada Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum).
Meskipun tidak sampai dua kalender bertugas di ranah Minangkabau, Hadiman telah meninggalkan kesan yang baik dan positif bagi penegakan hukum di daerah Sumbar.
Menjaga integritas dan membenci korupsi
Menjadi nominasi pada kategori Jaksa Berintegritas dalam Adhyaksa Awards 2024, secara tidak langsung telah menegaskan kembali sikap Hadiman terhadap perilaku korupsi.
Hal itu sesuai dengan motivasinya waktu menjadi calon Jaksa dulu, yakni menjadi seorang Jaksa yang profesional dan berintegritas dalam penegakan hukum di Indonesia tanpa tebang-pilih.
Secara blak-blakan kepada Antara ia menyatakan kesiapannya untuk berperang melawan perilaku korupsi.
Sejak dulu Hadiman selalu membenci perbuatan korupsi, karena praktik tersebut adalah benalu di tengah kehidupan bermasyarakat di Indonesia.
"Saya dari dulu sangat membenci orang yang korupsi karena sudah jelas itu musuh bersama dan musuh negara, mereka hanya memperkaya diri sendiri, keluarga, atau kroninya," tegasnya.
Alih-alih berkompromi dengan korupsi, Hadiman lebih mendukung hukuman mati terhadap para pelaku.
Apalagi kepada mereka yang telah merugikan negara atau perekonomian negara sampai triliunan rupiah.
Tidak hanya sampai di sana, ia juga menginginkan para pelaku korupsi turut dimiskinkan. Hadiman secara pribadi sangat mendukung disahkannya Undang-undang Perampasan Aset bagi pelaku tindak pidana korupsi.
"Satu hal yang menjadi fenomena sekarang adalah pelaku tindak pidana korupsi itu lebih takut dimiskinkan dari pada penjara," jelasnya.
Ia memandang korupsi di Indonesia saat ini sudah sangat kronologis, ibarat penyakit yang sudah stadium empat.
Hampir semua sektor dikorupsi oleh oknum pejabat maupun orang yang mempunyai pengaruh dalam jabatan.
Ia mengatakan penegakkan hukum harus cepat bertindak dengan tidak tebang-pilih tanpa memandang jabatan serta pangkat.
Hadiman membayangkan jika suatu saat dirinya dipilih oleh Presiden sebagai Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) atau Jaksa Agung, maka ia berikhtiar untuk memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya.
Dengan menyita aset yang dikorupsi, sekaligus memiskinkan para koruptor sehingga tidak ada lagi ruang atau tempat untuk melakukan korupsi.
"Jika terbukti maka saya siap memiskinkan, itulah ikhtiar yang ingin saya tunaikan," katanya.
Walaupun begitu Hadiman menyadari betul, jalan yang ia pilih tidaklah mudah. Karena berbagai rintangan serta tantangan pasti akan datang menghadang jalannya.
Para koruptor akan mencari seribu cara untuk merintangi proses hukum, memanipulasi, mengintimidasi, hingga meneror penegak hukum seperti yang pernah dialaminya beberapa kali.
Namun Hadiman tidak mau gentar sedikitpun, ia percaya kalau dirinya tidak sendiri. Banyak orang baik yang akan selalu mendukungnya dari belakang.
"Saya percaya bahwa saya tidak sendiri, masyarakat yang anti dengan korupsi akan selalu memberikan dukungan dan mendoakan yang terbaik untuk saya," katanya.
Pada bagian lain, kehadiran orang-orang seperti Hadiman tentunya menjadi harapan baru bagi segenap masyarakat dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Nyatanya, publik rindu terhadap sosok penegak hukum yang tegas serta berintegritas dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Pemberantasan korupsi tidak akan berjalan sebagaimana yang diharapkan bersama, jika penegak hukumnya bisa dibeli dan kehilangan integritas.
Ibarat menyapu lantai yang kotor, pastinya tidak akan pernah bersih jika sapu yang digunakan adalah sapu kotor.