Jakarta (ANTARA) - Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Kamis, menetapkan Alex Noerdin (AN), Anggota DPR yang juga mantan Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel), sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumsel periode 2010-2019.
Selain Alex Noerdin, penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung RI juga menetapkan satu tersangka lainnya yakni Muddai Madang, selaku Direktur PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN) merangkap Direktur Utama PDPDE Sumsel.
"Tersangka AN ini menyetujui kerja sama antara PDPDE Sumsel dengan PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN) membentuk PDPDE Gas dengan maksud menggunakan PDPDE-nya untuk mendapatkan gas alokasi bagian negara," kata Kepala Bagian Penerangan Hukum Kejagung RI Leonard Eben Ezer Simanjuntak, di Gedung Bundar Kejaksaan Agung RI, Jakarta.
Sedangkan tersangka Muddai Madang ditersangkakan atas perannya menerima pembayaran yang tidak sah berupa "fee" pemasaran dari PT PDPDE Gas.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, penyidik melakukan penahanan terhadap keduanya selama 20 hari.
"Oleh karena itu dalam rangka mempercepat penyidikan kedua tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari mulai tanggal 16 September sampai 5 Oktober 2021. Untuk tersangka AN dilakukan penahanan di Rutan Kelas I Cipinang Cabang Rutan KPK. Untuk tersangka MM dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung RI," katanya pula.
Alex Noerdin dan Muddai Madang dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 3 dan Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, penyidik 'Gedung Bundar' telah menetapkan mantan Direktur Utama PDPDE Sumsel Caca Isa Saleh S dan A Yaniarsyah Hasan sebagai tersangka. Dalam perkara ini, Yaniarsyah juga menjabat sebagai Direktur DKLN merangkap Direktur PT PDPDE Gas.
Adapun komposisi kepemilikan saham proyek tersebut adalah 15 persen untuk PDPDE Sumsel dan 85 persen untuk DKLN. Dari perhitungan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut sebesar 30,194 juta dolar AS.
Nominal itu berasal dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama 2010-2019. Adapun kerugian lain sebesar 63.750 dolar AS dan Rp2,131 miliar merupakan setoran modal yang tidak seharusnya dibayarkan oleh PDPDE Sumsel.