Pengawal pandemi dari tepian Khatib Sulaiman 54

id bpk

Pengawal pandemi dari tepian Khatib Sulaiman 54

Ilustrasi masker dan hand sanitizer (Pixabay)

Padang (ANTARA) - Gedung berlantai enam yang berada di Jalan Khatib Sulaiman no 54 Padang itu terlihat kokoh seteguh prinsip yang dipegang erat para insan yang sehari-hari berada di sana, mengawal dan memastikan anggaran negara dipergunakan sesuai peruntukan dan tak boleh ada penyimpangan sepeser pun.

Di kantor yang didominasi warna putih dan abu-abu tersebut para Aparatur Sipil Negara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Sumatera Barat mempelototi laporan keuangan pemerintah daerah, melakukan validasi dan memastikan tak ada yang disalahgunakan.

Apalagi di tengah pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) yang memporak-porandakan sendi kehidupan mulai dari kesehatan hingga perekonomian, kerja BPK kian bertambah karena harus memastikan penggunaan anggaran untuk penanganan pandemi tepat sasaran.

Sejak awal pandemi pemerintah pun memutuskan untuk melakukan refokusing anggaran untuk penanganan pandemi dan sesuai pesan Presiden Joko Widodo tak boleh ada yang bermain-main apalagi sampai melakukan penyelewengan apalagi di tengah situasi darurat tersebut.

Menindaklanjuti hal itu pada pertengahan 2020, BPK Sumbar telah menyatakan dan mengingatkan akan melakukan pemeriksaan terkait penggunaan anggaran dalam penanganan COVID-19.

Pemeriksaan tersebut meliputi anggaran untuk penanganan COVID-19 termasuk di dalamnya penyaluran bantuan sosial kepada masyarakat.

Aspek yang dilihat mulai dari apakah penyaluran bansos sudah tepat sasaran dan efektif hingga apakah pengadaan barang dan jasa sudah sesuai ketentuan.

Saat itu BPK juga telah mengingatkan para kepala daerah dan penyelenggara negara untuk berjalan sesuai rel dalam membelanjakan anggaran COVID-19. Siapa pun yang bermain-main dalam kondisi normal saja sanksi menanti apakah lagi keadaan darurat.

Di Pemprov Sumbar telah dilakukan refokusing anggaran untuk penanganan COVID-19 pada 2020 sebesar Rp529.015.654.183.

Kehebohan itu pun akhirnya muncul dan meledak. Tidak hanya menjadi perhatian warga Sumbar, persoalan dugaan penyelewengan anggaran COVID-19 di Sumbar pun turut menjadi perhatian nasional.

Berawal dari Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Atas Penanganan Pandemi COVID-19 2020 pada Pemprov Sumbar bernomor LHP 53 /LHP/XVII.PDG/12/2020 publik pun kaget.

Ternyata di setiap botol hand sanitizer yang dibagikan kepada masyarakat oleh pemprov Sumbar terdapat dugaan penggelembungan harga.

Tidak tanggung-tanggung, BPK Sumbar dalam LHP tersebut menemukan dugaan penggelembungan harga pengadaan hand sanitizer sebesar Rp4,9 miliar di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar yang harus dikembalikan kepada kas daerah.

Merujuk kepada Laporan Hasil Pemeriksaan BPK, pengadaan hand sanitizer di BPBD Sumbar berawal dari pengadaan barang dan jasa dalam rangka penanggulangan pandemi COVID-19.

Ada dua jenis ukuran hand sanitizer yang diadakan yaitu ukuran 100 mililiter dan 500 mililiter.

Dalam pengadaan BPBD Sumbar mengadakan kontrak pengadaan hand sanitizer 100 mililiter dengan tiga penyedia yaitu CV CBB, CV BTL dan PT MPM.

BPK Sumbar menemukan penggelembungan harga untuk hand sanitizer 100 mililiter senilai Rp1.872.000.000.

Dalam pelaksanaan ditemukan ketiga penyedia mengambil hand sanitizer dari PT NBF yang kemudian dikemas dalam botol berlogo BPBD.

BPK menilai penunjukan penyedia tidak mempertimbangkan pengalaman perusahaan penyedia dan hanya menunjuk penyedia atas kesiapan menyiapkan barang secara cepat.

Yang mengejutkan tiga penyedia tersebut ternyata baru memperoleh izin usaha farmasi kesehatan pada 2020.

Selain itu terungkap harga hand sanitizer di PT NBF ternyata Rp9.000 per botol dan dihargai menjadi Rp35 ribu per botol.

Sementara untuk hand sanitizer ukuran 500 mililiter ditemukan penggelembungan harga Rp2.975.000.000. Harga wajar hand sanitizer 500 mililiter adalah Rp40 ribu namun digelembungkan menjadi Rp110 ribu.

Tidak hanya itu BPK juga menemukan pembayaran kepada penyedia menggunakan uang tunai yang jelas bertentangan dengan instruksi gubernur Sumbar soal pelaksanaan transaksi nontunai.

Atas dasar temuan tersebut BPK meminta pengembalian uang ke kas negara Rp4,9 miliar hingga 28 Februari 2021.

Tidak hanya menemukan dugaan penggelembungan harga hand sanitizer BPK Sumbar juga menemukan transaksi yang dilakukan secara tunai pada belanja barang dan jasa senilai Rp49 miliar dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 di Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumbar.

Padahal sesuai instruksi Gubernur Sumbar no2/INST-2018 dinyatakan Kepala Satuan Perangkat Kerja harus melakukan pembayaran melalui mekanisme nontunai tanpa ada batasan nominal rupiah tertentu.

Kendati tidak bisa serta merta dinyatakan ada kerugian negara namun yang perlu disorot adalah cara pembayaran kepada pihak ketiga.

Menyikapi temuan tersebut DPRD Sumbar pun bergerak cepat menjalankan fungsi pengawasan dengan membentuk Pansus LHP BPK atas penanganan pandemi COVID-19 pada 17 Februari 2021.

Setelah melakukan klarifikasi dan pemanggilan sejumlah pihak, pansus menemukan dugaan korupsi kolusi nepotisme dan menyurati pemprov Sumbar untuk memproses secara hukum.

Tak hanya itu pansus merekomendasikan DPRD Sumbar meminta kepada BPK RI melakukan pemeriksaan lanjutan.

Kemudian DPRD Sumbar juga merekomendasikan agar Gubernur memproses pemberian sanksi kepada Kalaksa BPBD Sumbar dan staf yang diduga terindikasi melakukan pelanggaran proses penyediaan barang.

Hasil kerja jajaran BPK Sumbar pun tak sia-sia, dugaan penggelembungan pengadaan barang dan jasa dalam penanganan pandemi akhirnya berhasil dicegah dan OPD terkait mengembalikan potensi kerugian negara sebagaimana rekomendasi yang diberikan BPK.

Keberadaan dan peran BPK di tengah pandemi yang sulit ini ibarat sang penjaga benteng terakhir di tengah beragam kesulitan yang dihadapi masyarakat.

Di tengah situasi yang penuh keterbatasan, akibat kendala ruang gerak, adanya pembatasan interaksi, pembatasan sosial berskala besar yang membuat aktivitas terganggu, BPK Sumbar tetap menjalankan peran agar masyarakat tak dirugikan dan uang negara dipakai sebagaimana mesti.

Ini sejalan dengan visi sebagai lembaga pemeriksa terpercaya yang berperan aktif mewujudkan tata kelola keuangan negara yang berkualitas dan bermanfaat.

Kehadiran BPK dalam mendorong pencegahan korupsi dan percepatan penyelesaian ganti kerugian negara ibarat oase di tengah kian menipisnya harapan akan pengelolaan keuangan negara yang akuntabel.

Kita pun berharap hikmah dari pandemi ini akan lahir peran negara yang senantiasa mengawal dan melindungi rakyat dan menumbuhkan bunga harapan di sesama anak bangsa.