KPI: Jacob Bebas Jika Menderita Trauma Psikologis

id KPI: Jacob Bebas Jika Menderita Trauma Psikologis

Jakarta, (Antara) - Nasib Jacob bin Rusli, pelaut Indonesia yang dituduh nakhoda kapal dalam kasus tenggelamnya kapal pesiar Costa Concordia di Italia setahun lalu itu tidak akan jadi terdakwa jika RS Omni Rawamangun menyatakan dia menderita trauma psikologis. Siaran pers Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) di Jakarta, Minggu, menyatakan bahwa nasib Jacob akan ditentukan dalam sidang di pengadilan Italia pada 8 Juli 2013. Ketua KPI Hanafi Rustandi menyatakan, Jacob akan terbebas dari ancaman menjadi terdakwa, jika dokter Rumah Sakit Omni Rawamangun, Jakarta, dalam final diagnosanya menetapkan pelaut itu menderita trauma psikologis akut sehingga tidak bisa bekerja lagi di kapal dan tidak mungkin dihadirkan di pengadilan. Untuk itu, KPI mengimbau pemerintah RI membantu agar secepatnya RS Omni Rawamangun mengeluarkan kesimpulan diagnosa akhir yang menetapkan Jacob menderita tekanan dan trauma psikologis akut, sehingga tidak bisa dihadirkan di pengadilan. "Langkah cepat ini diperlukan untuk menyelamatkan pelaut Indonesia yang akan dikorbankan oleh nakhoda kapal menjadi terdakwa dalam kasus tenggelamnya kapal pesiar tersebut," kata Presiden Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Hanafi Rustandi di Jakarta, Jumat (24/5). Menurut Hanafi, desakan untuk segera menyelamatkan pelaut Indonesia itu sehubungan pengadilan di Italia dalam sidang 14 Mei 2013 memberi kesempatan kepada Fransesco Centonce, kuasa hukum Jacob bin Rusli yang ditunjuk pemilik kapal, untuk menyelesaikan kasus tersebut di luar pengadilan. Keputusan pengadilan itu diberikan setelah pengacara Jacob melakukan perlawanan atas tuduhan nakhoda yang dinilai akan menyelamatkan diri dengan mengorbankan anak buah yang saat itu menjadi juru mudi. Upaya musyarawah mufakat itu dinilai menguntungkan Jacob daripada harus menghadapi di pengadilan yang berisiko akan mendapat hukuman penjara. Namun, untuk musyawarah ini, Jacob harus mengantongi keputusan dokter yang menegaskan dia mengalami trauma akut sehingga tidak mungkin lagi bekerja di kapal dan tidak dapat dihadirkan di pengadilan. Berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia dan di Italia, seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan berat atau trauma akut tidak dapat dihadirkan di pengadilan, kata Hanafi yang baru saja terpilih kembali menjadi Ketua ITF (International Transport workers Federation) Asia Pasifik untuk kedua kalinya. Itu sebabnya, KPI mendesak pemerintah untuk membantu menyelesaikan masalah ini agar Jacob terbebas dari ancaman menjadi terdakwa seperti yang dituduhkan nakhoda kapal. Pengacara Jacob minta bantuan KPI untuk mengupayakan final diagnosa dokter ke Italia, sehingga dalam sidang lanjutan 8 Juli 2013 nanti pengadilan akan menggugurkan tuduhan kepada Jacob sebagai terdakwa dan kasusnya dapat diselesaikan di luar pengadilan. Kompensasi Dalam kasus tenggelamnya kapal Costa Concordia yang menyebabkan 32 penumpang tewas, nakhoda kapal Francesco Schettino ditetapkan sebagai terdakwa. Pemilik kapal juga sependapat bahwa tenggelamnya Costa menjadi tanggung jawab nakhoda. Namun dalam persidangan, Schettino dan pengacaranya berupaya menunjukkan bukti baru bahwa kesalahan yang menyebabkan kapal tenggelam ada pada juru mudi yang bertugas saat itu, yakni Jacob bin Rusli. Alasannya, juru mudi tidak mengikuti perintah nakhoda, sehingga kapal menabrak karang dan tenggelam di dekat pantai Pulau Giglio, Italia. Untuk menuntaskan kasus ini, pengadilan menawarkan tiga opsi kepada pengacara Jacob. Pertama, sidang pengadilan umum tetap dilanjutkan dengan risiko waktu tahunan. Kedua, pengadilan yang dipercepat dengan memanfaatkan putusan sela, dan ketiga melakukan musyawarah mufakat. Opsi ketiga yang dipilih Jacob diterima oleh pengadilan. Namun pelaksanaan musyawarah itu harus dikuatkan dengan keputusan dokter yang merawat Jacob selama setahun. Keputusan dokter tersebut, menurut Hanafi, juga akan digunakan Jacob untuk mendapatkan kompensasi dari pemilik kapal dan pihak asuransi sehubungan trauma akut akibat tenggelamnya kapal pesiar tersebut. Perusahaan telah menyanggupi untuk memberikan kompensasi di luar hak-hak pelaut yang sudah diberikan, asalkan dapat menunjukkan bukti mengalami trauma akut. Dalam kasus ini, kata Hanafi, KPI telah mengirim surat ke Kementerian Luar Negeri RI dengan tembusan ke Dirjen Perhubungan Laut dan Kepala Badan Nasional Penempatan Perlindungan TKI. Intinya, pemerintah diminta melindungi dan menyelamatkan Jacob dari ancaman menjadi terdakwa di pengadilan Italia. (*/sun)

Pewarta :
Editor: Antara Sumbar
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.