Jakarta, (ANTARA) - Brasil berbagi pengalaman dan praktik di bidang pengembangan bahan bakar nabati (BBN)/biofuel serta kebijakan yang mendukung dengan Indonesia.
Duta Besar Brasil untuk Indonesia José Amir da Costa Dornelles mendukung Indonesia untuk mewujudkan bahan bakar nabati berbasis kelapa sawit.
"Saya berharap ini akan memperkuat hubungan antara pemerintah dan pelaku bisnis Brasil dan Indonesia pemerintah," kata Dubes Brasil José Amir da Costa Dornelles dalam seminar virtual Indonesia-Brasil tentang Pengembangan Bahan Bakar Nabati: Pembelajaran dari Pengembangan Bahan Bakar Nabati Berbasis Bioetanol Brasil, Jakarta, Rabu.
Dalam seminar itu, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia Bambang PS Brodjonegoro menjadi pembicara kunci.
Brasil sendiri mengembangkan dan memanfaatkan bahan bakar nabati berbasis bioetanol yang didapatkan dari tebu.
"Tebu sekarang adalah sumber energi terpenting kedua di Brasil yang mencapai 80 persen dari total pasokan energi primer, kedua setelah minyak bumi," ujar Duta Besar Brasil untuk Indonesia José Amir da Costa Dornelles.
Dia menuturkan tebu menghasilkan cukup etanol untuk menggantikan 46 persen dari semua bensin yang dijual di Brasil.
Dalam seminar itu, President of of DAT AGRO Consulting Plinio Nastari mengatakan salah satu manfaat dari kebijakan etanol yang diterapkan Brasil adalah lebih dari 3,15 miliar barel bensin diganti dengan bahan bakar nabati berbasis bioetanol antara 1975-2019.
Dia menuturkan elemen utama kebijakan etanol Brasil antara lain undang-undang baru yang menempatkan inovasi dan kebermanfaatan (efficacy) dalam produksi dan penggunaan bahan bakar merupakan inti dari strategi Brasil untuk penggunaan sumber energi rendah karbon.
Kemudian, Brasil menerapkan sistem sertifikasi sukarela para produsen biofuel untuk efisiensi energi-lingkungan mereka, berdasarkan penilaian siklus-hidup (LCA), yang akan menentukan kemampuan untuk meminta penerbitan Kredit Dekarbonisasi (CBios).
Mekanisme penetapan harga karbon yang digerakkan oleh pasar, yang menghargai pencapaian efisiensi individu, bukan cakupan yang sama atau setara.
Brasil melepaskan kekuatan pasar untuk menerapkan dan mendorong inovasi guna meningkatkan daya saing dalam produksi biofuel atau bioenergi.
Plinio menuturkan adapun langkah konkrit yang dilakukan untuk mewujudkan kebijakan itu antara lain kontrak wajib untuk penjualan etanol yang akan dicampur dengan bensin antara produsen dan perusahaan minyak.
Kontrak tersedia selama 12 bulan dan harus diperbarui setiap tahun untuk memenuhi permintaan yang diproyeksikan dari etanol untuk dicampur dalam rangka menjamin pasokan dan memenuhi mandat
Hingga 1999, harga etanol di tingkat produsen ditentukan oleh pemerintah setara dengan gula. Setelah skala pasar tercapai, harga dibebaskan.
Sejak 1999, harga bensin dan etanol di level produsen ditentukan dengan bebas. Harga eceran untuk E27 dan E100 juga ditentukan dengan bebas.
Konsumen dapat membuat pilihan penggunaan bahan bakar di stasiun pengisian bahan bakar.
Regulasi tentang spesifikasi bahan bakar memberikan keamanan hukum kepada produsen mobil dan suku cadang otomatis serta distributor bahan bakar.
Provinsi bebas menetapkan insentif tingkat negara bagian untuk produksi etanol dan penggunaan etanol sebagai bahan bakar.
Plinio merekomendasikan dalam mengubah paradigma konsumen agar beralih ke bahan bakar nabati pada saatnya nanti, maka pemerintah Indonesia harus bisa memastikan kepada konsumen bahwa dengan biofuel, mobil bisa beroperasi dengan baik.
Menurut dia, harus ada upaya komunikasi dan kerja sama antara pemerintah dengan industri otomotif dan institusi atau pihak terkait untuk menciptakan kesadaran dan kombinasi aspek lingkungan dan teknis biofuel. (*)