ICW Desak Peninjauan Ulang Pengadilan Tipikor

id ICW Desak Peninjauan Ulang Pengadilan Tipikor

Jakarta, (Antara) - Indonesia Corruption Watch mendesak peninjauan ulang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di daerah karena masih tingginya vonis bebas dan ringan terhadap terdakwa korupsi. "Pengamatan awal kami dalam kasus tindak pidana korupsi di daerah belum ada di atas 10 tahun," kata peneliti ICW Emerson Yuntho dalam diskusi publik bertajuk evaluasi Kinerja Dua Tahun Pengadilan Tipikor di Indonesia di Jakarta, Rabu. Dia mengatakan pengadilan Tipikor sebaiknya berada di tingkat regional. Selain itu di Pengadilan Negeri kasus tindak pidana koruspi diadili hakim bersertifikat Tipikor. "Jaksa tidak menguraikan fakta secara lengkap dan tuntutan tidak maskimal," ujarnya. Menurut dia, masih ada masalah hakim di Pengadilan Tipikor, terutama terkait persoalan kualitas dan rekam jejak hakim. Emerson mencontohkan penangkapan dua hakim Tipikor di Semarang dalam kasus suap yang menandakan ada persoalan dalam rekrutmen hakim. "Ada masalah rekrutmen sumber daya manusia di pengadilan Tipikor dan pengawasan yang lemah," katanya. Dalam catatan ICW, pengadilan tipikor Surabaya menjadi terbanyak telah memutus bebas 26 koruptor, disusul Samarinda dengan 15 kasus bebas dan Semarang dengan 7 kasus. Jaksa Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Andi Nirwanto mengatakan banyaknya putusan bebas di daerah perlu mendapat koreksi penegak hukum. "Banyak putusan bebas dari perbedaan persepsi hakim tipikor daerah, meskipun kebanyakan masih ada hakim yang 'disenting opinion' terhadap putusan bebas itu," kata Andi. Dia mengakui adanya biaya tinggi dalam keberadaan Pengadilan Tipikor di Ibukota Provinsi. Hal itu menurut di belum ditambah dengan masalah Rumah Tahan yang menolak titipan tahanan dengan bermacam-macam alasan. Andi menyarankan segera dibentuk pengadilan tipikor di ibu kota kabupaten/kota sehingga bisa melakukan banding dan kasasi yang lebih efektif. "Karena itu adalah amanat pasal 3 UU tipikor, jadi perlu dilaksanakan," ujarnya. Menurut dia, salah satu masalah dalam keberadaan Pengadlan Tipikor, yaitu substansial bahwa hakim tidak fokus dalam menangani pidana korupsi. Selain itu terkait hakim ad hoc kurang bisa menangani perkara korupsi karena latar belakang hakim tersebut. "Pembatasan ketentuan hakim non karir, hakim ad hoc yaitu rekam jejak memadai untuk menghasilkan putusan yang memuaskan," kata Andi. (*/sun)