Aphi: Kampanye Boikot RAN Bermotif Perang Dagang

id Aphi: Kampanye Boikot RAN Bermotif Perang Dagang

Jakarta, (ANTARA) - Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) menilai kampanye Rainforest Action Network (RAN) yang menyerukan perusahaan multinasional memboikot pembelian produk pulp dan kertas Indonesia lebih bermotif perang dagang. "Daya saing produk pulp dan kertas Indonesia yang kuat di pasar global mengkhawatirkan negara-negara pesaing yang merasa terancam bisnis dan industrinya. Gaya-gaya tuduhan seperti ini merupakan 'perang dagang' yang sering dilakukan LSM asing dengan menggunakan tekanan perusahaan multinasional untuk menghentikan pembelian produk Indonesia," kata Direktur Eksekutif APHI Purwadi, di Jakarta, Rabu. Tuduhan LSM seperti ini menghambat perkembangan industri kehutanan Indonesia yang merupakan salah satu pilar industri strategis dan dapat menciptakan peluang tenaga kerja, katanya. Aksi boikot pembelian produk hasil hutan yang diserukan RAN juga berpotensi menghilangkan kesempatan berusaha masyarakat lokal di sekitar lokasi industri, sehingga pertumbuhan ekonomi daerah terhambat, katanya. "Ini belum lagi jika dilihat dari dampak ganda dari sisi ekonomi, sosial, dan lingkungan." Menurut dia, data yang dipakai RAN juga sangat tidak valid terutama yang mengatakan tingkat deforestasi yang tinggi mencapai 2,5 juta ha per tahun. "Data Kementerian kehutanan justru menunjukkan tingkat deforestasi beberapa tahun terakhir hanya 500.000 hektare per tahun," tegas Purwadi. Dia juga menambahkan saat ini bahan baku yang diperoleh untuk produk pulp dan kertas berasal dari sumber yang dikelola secara lestari. "Ini sejalan dengan upaya pemerintah yang mendorong pencapaian sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (SPHPL) baik melalui skema mandatory maupun voluntary, termasuk sertifikasi sistem verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)," katanya. Industri pulp dan kertas di Indonesia telah bekerja pada koridor serta memenuhi standar, kriteria, dan indikator Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) yang telah ditetapkan dari aspek produksi, ekologi dan sosial. "Karena itu, kami mengharapkan pemasaran hasil hutan khususnya dari hutan tanaman tidak dihambat," kata Purwadi. Sebelumnya, Wakil ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Rusli Tan menilai, kampanye hitam LSM asing tersebut sangat merugikan produk pulp dan kertas Indonesia yang saat ini tengah membaik. "Sudah saatnya industri nasional Indonesia bangkit di kancah Internasional sebagai pemain global. Tudingan perusakan lingkungan yang diserukan LSM asing kepada perusahaan multinasional untuk memblokir produk Indonesia sangat tidak mendasar," katanya. Masih banyak industri kehutanan di Indonesia yang melakukan pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan, kata Rusli. Dia juga menegaskan Indonesia memiliki sistem verifikasi yang menerangkan bahwa produk kayu Indonesia berasal dari produk legal. "Adanya kampanye hitam tersebut berdampak negatif terhadap perkembangan perekonomian lokal, sehingga penyerapan tenaga kerja akan berkurang. Masyarakat lokal akan sangat merasakan dampak kampanye hitam tersebut," kata Rusli. (*/jno)