Polri ajak masyarakat gunakan media sosial sebagai sarana deklarasi positif

id Setyo Wasisto

Polri ajak masyarakat gunakan media sosial sebagai sarana deklarasi positif

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Polisi Setyo Wasisto. (http://www.parlementaria.com)

Bukittinggi, (Antaranews Sumbar) - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengajak masyarakat agar menggunakan media sosial sebagai sebuah sarana untuk deklarasi positif.

"Mari manfaatkan media sosial menyebarkan informasi atau gagasan positif, apalagi kita akan melaksanakan pilpres dan pileg 2019," katanya di Bukittinggi, Senin, usai memberikan keterangan mengenai penangkapan empat pelaku penyebar hoaks di media sosial.

Ia mengatakan pemilu adalah pesta demokrasi bagi rakyat sehingga sudah seharusnya berlangsung aman dan damai tanpa kisruh akibat sebaran informasi bohong dan ujaran kebencian di media sosial.

Dalam menyalurkan suara di pemilihan umum, ia mengatakan perbedaan pilihan pasti ada namun perbedaan itu mesti dicegah agar tidak memunculkan kelompok-kelompok tertentu yang dapat menimbulkan ricuh.

Menurutnya ungguhan yang baik berisi informasi yang menyejukkan, memberikan inspirasi, harapan atau menumbuhkan optimisme mengenai hal yang disampaikan dalam ungguhan bagi para pembaca.

Ia mengingatkan dalam bermedia sosial masyarakat jangan sampai mengunggah hal berisi ujaran kebencian, berita bohong dan menyinggung suku, agama, ras dan antargolongan (sara).

Dalam menyebarkan informasi sudah ada peraturannya di KUHP dan UU ITE, ancaman hukuman yang diberlakukan adalah yang terberat agar memberikan efek jera bagi penyebar informasi.

"Sanksinya jelas dan tegas agar tidak diulangi atau ditiru yang lain, karena dampak dari penyebaran informasi bohong dan fitnah itu juga tidak main-main," katanya.

Bagi pengguna media sosial sebelum menyebarkan informasi diharapkan bersikap bijak dengan mempertimbangkan dampak dan manfaat dari sebuah informasi.

Sementara bagi pihak yang terlibat dalam pemilu seperti partai politik ketika beraktivitas diharapkan tidak melampaui batas yang dapat memprovokasi masyarakat berkaitan dengan perbedaan pilihan. (*)