Lahan tidur dan telantar disarankan untuk pertanian padi gogo

id padi gogo

Lahan tidur dan telantar disarankan untuk pertanian padi gogo

Padi gogo. (cc)

Padi gogo cocok untuk daerah dengan curah hujan bulanan lebih 150 mm/bulan. Kita sudah genjot sejak UPSUS dimulai
Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Direktur Institut Agroekologi Indonesia Syahroni menyarankan berbagai lahan kering yang tidur dan telantar sebaiknya dimanfaatkan untuk pertanian padi gogo.

"Ini potensi Indonesia untuk menyediakan pangan di luar sawah irigasi dan sawah tadah hujan," ujarnya di Jakarta, Sabtu.

Ia menyarankan agar Indonesia kembali mengembangkan padi gogo di lahan kering dengan pertimbangan banyak lahan kering telantar dan belum dimanfaatkan untuk tanaman pangan.

Menurut Syahroni, nenek moyang bangsa Indonesia pada masa lalu terutama di Kawasan Tengah Indonesia berdaulat pangan dari padi gogo yang ditanam di ladang berpindah.

"Tentu saat ini harus ada modifikasi dan sentuhan teknologi seperti benih unggul," katanya.

Menurut Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Prof Dr Dedi Nursyamsi, padi gogo telah disadari dapat meningkatkan luas tambah tanam di lahan kering.

Di sisi lain masyarakat di Sulawesi, misalnya, memiliki budaya menanam padi ladang setiap tahunnya.

"Padi gogo cocok untuk daerah dengan curah hujan bulanan lebih 150 mm/bulan. Kita sudah genjot sejak UPSUS dimulai," kata Dedi.

Petani di Buol, Sulawesi Tengah, misalnya, menanam padi pada bulan Oktober-Desember, tetapi bibitnya masih varietas lokal dengan produktivitas 3-4 ton per hektare.

Sementara Kepala Puslitbang Tanaman Pangan, Dr Ismail Wahab mengatakan Badan Litbang Pertanian sudah merilis inbrid padi gogo (Inpago) 9 untuk lahan kering berumur genjah. "Inpago 9 tahan kekeringan dan memiliki potensi hasil 8-9 ton/ha dengan umur sekitar 109 hari," kata Ismail. (*)