Ini penyebab pertumbuhan industri manufaktur besar Sumbar negatif

id industri manufaktur

Ini penyebab pertumbuhan industri manufaktur besar Sumbar negatif

( )

Salah satu penyebab turunnya pertumbuhan industri di Sumbar karena faktor bahan baku dan adanya perdagangan bebas.
Padang, (Antaranews Sumbar) - Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat mencatat produksi industri manufaktur besar dan sedang tumbuh negatif yakni minus 16,27 persen pada triwulan I 2018 atau bertolak belakang dengan angka nasional yang tumbuh positif 5,01 persen.

"Negatifnya pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang di Sumbar disebabkan oleh penurunan produksi cukup tinggi pada industri makanan sebesar minus 21,27 persen dan industri bahan kimia minus 7,41 persen," kata Kepala BPS Sumbar Sukardi di Padang, Jumat.

Sementara dibandingkan triwulan IV 2017 pertumbuhan industri manfaktur besar dan sedang Sumbar juga menurun dengan angka minus 11,5 persen.

Namun sebaliknya, Sukardi menyampaikan pertumbuhan produksi industri manufaktur kecil dan mikro di Sumbar pada triwulan I 2018 cukup positif sebesar 1,06 persen.

Ia menyampaikan beberapa industri manufaktur kecil dan mikro yang tumbuh tersbeut yaitu percetakan dan reproduksi media rekaman 22,34 persen, bahan kimia dan barang dari bahan kimia 10,52 persen, barang logam, bukan mesin dan peralatan 6,03 persen dan makanan 2,54 persen.

Menurutnya salah satu penyebab turunnya pertumbuhan industri di Sumbar karena faktor bahan baku dan adanya perdagangan bebas.

"Misalnya makanan bisa saja yang dijual di sini didatangkan dari daerah lain," kata dia.

Kemudian ia melihat terjadi penurunan produksi juga terjadi karena bahan baku yang menurun seperti untuk minyak kelapa sawit kendalanya adalah pohonnya sudah tua.

"Jadi perlu dilakukan peremajaan agar produksi lebih optimal," katanya.

Sementara pelaku industri pengolahan sabut kelapa di Kabupaten Padang Pariaman mampu mengekspor 250 ton serat sabut (serabut) kelapa per bulan ke sejumlah negara di Asia seperti Cina dan Taiwan.

"Serabut kelapa dijual dengan harga Rp2.350.000 per ton," kata pengusaha pengolahan sabut kelapa, Buyung Pasni (54).

Ia mengatakan untuk mencapai target produksi 250 ton menjalin kerja sama dengan beberapa pengusaha pengolah sabut kelapa lainnya.