Keharuman kopi Bukik Apik, dimana riwayatmu dulu

id Kopi Bukik Apik,Kopi Bukittinggi

Keharuman kopi Bukik Apik, dimana riwayatmu dulu

Seorang pria maradang kopi Bukik Apik di palataran Jam Gadang Bukittinggi. (ANTARA SUMBAR/Ira Febrianti)

Kopi Bukik Apik ini pernah begitu terkenal dan dicari wisatawan. Namun kini nama kopi Bukik Apik seperti tidak seterkenal dulu lagi, jarang terdengar

Minggu (29/4) siang itu harum kopi tercium di pelataran objek wisata Jam Gadang, Bukittinggi, Sumatera Barat. Aroma semerbak kopi itu menarik perhatian para pengunjung monumen bersejarah peninggalan Belanda itu untuk mendekat ke dua lelaki paroh baya yang sedang menyangrai biji kopi dengan tungku dan periuk belanga ukuran besar.

Di depan kedua laki-laki itu, beberapa ibu tampak menggelar produk kopi yang telah dibungkus dengan kemasan bermerk dalam berbagai ukuran untuk dijual.

Beberapa meter di hadapannya, sejumlah barista yang berkecimpung di coffee shop sedang berlomba meracik minuman berbahan dasar kopi.

"Kami sedang berupaya mengenalkan kembali kenikmatan kopi Bukit Apik pada masyarakat," kata Wali Kota Bukittinggi, M Ramlan Nurmatias sambil menunjuk pada keramaian di objek wisata tersebut.

Bukik Apik adalah nama salah satu kelurahan di Bukittinggi, lengkapnya bernama Bukik Apik Puhun. Warga di wilayah itu terkenal dengan usaha penggilingan kopinya hingga ada lagu berbahasa Minangkabau yang cukup terkenal berjudul "Randang Kopi".

Kopi yang diolah adalah jenis robusta. Bagi pelaku usaha di sana biji kopi disangrai dulu atau dalam bahasa Minangkabau disebut marandang menggunakan tungku dan periuk belanga besar, setelah biji kopi berwarna hitam baru digiling hingga jadi bubuk kopi harum yang siap diseduh.

"Kopi Bukik Apik ini pernah begitu terkenal dan dicari wisatawan. Namun kini nama kopi Bukik Apik seperti tidak seterkenal dulu lagi, jarang terdengar," kata Ramlan.

Wali Kota Bukittinggi bersama perangkat daerah dan organisasi terkait mencoba mencari cara agar kopi Bukik Apik kembali hidup. Akhirnya dipilih jalan menampilkan aktivitas marandang kopi dan lomba meracik kopi di tengah keramaian.

Menurutnya warga Sumbar pada umumnya menyukai kopi. Apalagi saat ini tengah menjamur coffee shop. "Isinya sebagian besar anak muda. Mereka mungkin sekadar kumpul-kumpul, diskusi atau buat tugas kuliah lalu ditemani kopi. Ini peluang bagi kopi Bukik Apik untuk bisa masuk ke sana," katanya.

Pelaku usaha kopi Bukik Apik saat ini telah membungkus bubuk kopi dalam kemasan rapi dan punya merek sendiri sehingga dari kemasan saja sudah bisa menjadi modal sebagai daya tarik. Agar lebih melekatkan nama Bukittinggi setiap merek perlu menambahkan gambar Jam Gadang di plastik kemasan.

Di sini perlu peran Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan. Sudah saatnya UKM kopi Bukik Apik diangkat lagi jadi produk yang dicari wisatawan ketika ke Bukittinggi seperti halnya kerupuk sanjai dan nasi kapau, katanya.

Langkah selanjutnya, bagi tamu-tamu yang datang, pemerintah setempat berencana menyediakan kopi Bukik Apik sebagai bagian dari cenderamata.

"Hotel-hotel juga dukung upaya ini. Nanti saya razia kalau tidak sajikan kopi Bukik Apik pada tamu," selorohnya.

Usaha Turun-temurun

Lurah Bukik Apik Puhun, Rusdianto menyampaikan usaha penggilingan kopi di daerahnya sudah berlangsung secara turun-temurun dan ia tidak bisa mengingat kapan tepatnya usaha itu bermula.

Dahulu di Bukik Apik Puhun juga terdapat lahan kopi namun seiring bertambahnya kebutuhan kopi, tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan sehingga banyak didatangkan dari daerah tetangga seperti Kabupaten Agam.

Yang terkenal dari usaha penggilingan kopi adalah proses marandang kopi karena menghasilkan aroma harum. Pada umumnya marandang kopi dilakukan pelaku usaha setiap dua kali dalam seminggu yaitu setiap Senin dan Kamis.

"Ada 60 kepala keluarga yang usaha penggilingan kopi. Di dua hari itu kampung kami sudah harum kopi, dari jalanan sudah bisa tercium aromanya," katanya.

Saat ini di kelurahan tersebut sudah mulai menanam kembali bibit kopi untuk menghidupkan kembali bahwa kopi dulu memang ada di wilayah itu. Beberapa waktu lalu telah ditanam tiga ribu lebih bibit kopi untuk menopang kebutuhan warga.

Dalam pemasaran, kopi Bukik Apik sudah mencapai wilayah Malaysia karena dibawa oleh para perantau. Di kemasan kopi, pelaku usaha sudah menyertakan nomor telepon sehingga ketika ada pesanan dapat menghubungi nomor yang tertera dan pelaku usaha menyiapkan produk untuk dikirim.

Salah seorang pelaku usaha kopi, Almaizar mengatakan ia mulai usaha penggilingan kopi sejak Agustus 2017 setelah berhenti bekerja sebagai penjual koran.

"Saya pemain baru yang tertarik dengan perkembangan usaha kopi di Bukik Apik," ungkapnya.

Kopi hasil olahannya diberi nama Kuba. Biji kopi ia beli dari Kecamatan Baso, Agam, rata-rata 30 kilogram seminggu dan digiling menghasilkan 24 kilogram bubuk kopi.

Pelaku usaha lainnya, Tanzil menyebutkan usaha yang dijalaninya adalah usaha turun-temurun dari neneknya yang sejak sebelum kemerdekaan sudah menjalankan usaha marandang kopi. Kemudian dilanjutkan oleh orang tuanya pada 1948 dan hingga kini tetap dipertahankan.

"Usaha ini sudah seperti budaya bagi kami di samping peluang pasar usaha ini cukup menjanjikan mengingat kopi sifatnya candu, akan selalu ada penggemar setianya," katanya.

Dalam usaha penggilingan kopi, dirinya mengakui membutuhkan kesabaran untuk menghasilkan kopi wangi dan berkualitas mulai dari memilih biji, marandang hingga penggilingan.

Marandang kopi ia lakukan empat hari dalam seminggu dengan bubuk kopi yang dihasilkan 80 kilogram dari 100 kilogram biji kopi.

Harga jual bubuk kopi bisa naik-turun bergantung harga bahan baku yang dibeli. Biasanya harga per kilogram bubuk kopi berkisar Rp60.000 sampai Rp80.000.

Lewat usaha pemerintah setempat menghidupkan kembali kopi Bukik Apik sebagai ikon Bukittinggi, menurutnya langkah itu akan membantu meningkatkan ekonomi pelaku usaha di Bukik Apik Puhun.

Setelah pendampingan yang pernah dilakukan pemerintah setempat, ia berharap pendampingan selanjutnya yang diberikan berupa adanya "orangtua angkat" yang dapat membantu mendampingi mereka memasarkan kopi hingga ke ritel modern.

"Mengembangkan kopi Bukik Apik sama artinya bagi kami usaha mempertahankan budaya. Usaha ini masih berjalan namun dengan modal masih terbatas tapi kami ada keinginan supaya bersaing dengan produk lain yang telah lebih dulu dikenal," harapnya. (*)