Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar tolak pidana khusus masuk RKUHP

id Tolak RKUHP,Koalisi Masyarakat Sipil

Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar tolak  pidana khusus masuk RKUHP

Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat mendeklarasikan penokakan dimasukannya tindak pidana khusus seperti korupsi, pencucian uang, narkoba, kejahatan HAM berat dan lingkungan dimasukan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Khusus Hukum Pidana yang saat ini sedang dibahas pemerintah dan DPR di Padang, Rabu (25/4). (Antara Sumbar/Ikhwan Wahyudi)

Padang, (Antaranews Sumbar) - Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat menolak dimasukannya tindak pidana khusus seperti korupsi, pencucian uang, narkoba, kejahatan HAM berat dan lingkungan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Khusus Hukum Pidana (RKUHP) yang saat ini sedang dibahas di DPR.

"Masuknya tindak pidana khusus dalam RKUHP adalah langkah mundur," kata perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat Charles Simamora di Padang, Rabu dalam deklarasi sikap terhadap problematikan RKUHP.

Menurutnya dalam undang-undang di luar KUHP yang mengatur tindak pidana khusus menerapkan berbagai kekhususan sehingga jika dimasukan dalam RKUHP, akan menganulir berbagai ketentuan khusus dan menjadikannya sebagai kejahatan biasa.

"Seharusnya yang dilakukan adalah memperkuat undang-undang khusus tersebut, bukan memasukan dalam RKUHP," tambahnya.

Apalagi dinamika dan perkembangan hukum begitu cepat maka perubahan akan lebih mudah dilakukan terhadap undang-undag pidana khusus ketimbang merevisi KUHP.

Selain itu ia meminta pemerintah dan DPR menghapuskan pengaturan tindak pidana dari RKUHP karena berpotensi melanggar HAM dan mengopresi masyarakat miskin, rentan dan terpinggirkan.

Sejalan dengan itu Komisi Pemberantasan Korupsi menilai upaya kodifikasi atau memasukan sebagian ketentuan tindak pidana khusus bersifat luar biasa dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang tengah dibahas pemerintah dan DPR dapat mengurangi efektivitas pemberantasan korupsi.

"Kami melihat jika tinda pidana korupsi masuk dalam KUHP maka kejahatan tersebut akhirnya menjadi sesuatu yang biasa," lanjut Wakil KPK Laode M Syarif.

Ia memberi perbandingan pada UU Tipikor tidak mengenal adanya pengurangan ancaman pidana secara kumulatif sebaliknya dalam RKUHP diatur adanya batasan.

Kemudian dalam RKUHP ada beberapa hal yang juga bertentangan dengan ketentuan UU Tipikor seperti tidak adanya pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti, percobaan perbantuan dan permufakatan jahat dalam korupsi yang ancamannya dikurangi satu per tiga dari maksimum pidana.

Selanjutnya dalam RKUHP juga belum jelas apakah KPK masih mempunyai hak, tugas dan kewenangan untuk meyelidiki menindak dan menuntut tindak pidana korupsi.

Oleh sebab itu ia berharap agar tindak pidana korupsi ditetapkan di luar RKUHP.