Selain dikenal dengan berasnya yang pulen dan harum, ternyata Solok, Sumatera Barat juga memiliki potensi lain yang tak kalah menjanjikan untuk dikembangkan oleh petani setempat yaitu minyak atsiri.
Kini, tanaman sereh wangi atau Cymbopogon citrates itu mulai dilirik untuk dikembangkan sebagai bahan baku pembuatan minyak atsiri.
Di Payo Kelurahan Tanah Garam dan Kelurahan Laing tanaman tersebut mulai dibudidayakan oleh masyarakat.
Apalagi sejak dikeluarkannya Peraturan Wali Kota No.39 tahun 2009 yang menetapkan minyak atsiri sebagai ikon kota, pemerintah setempat terus mendorong pengembangan tanaman tersebut.
Saat ini harga minyak atsiri juga cukup menjajikan dan relatif stabil. Satu kilogram minyak bisa dihargai Rp270 ribu hingga Rp280 ribu.
Minyak atsiri juga memiliki banyak kegunaan seperti bahan pencampur parfum, penyegar udara, aromaterapi, bahan sabun, pewangi, sebagai minyak urut, obat sakit kepala dan lainnya.
Tanaman sereh wangi pun tergolong cukup mudah dalam pemeliharaan.
Kepala Dinas Pertanian dan Pertenakan Kota Solok Kusnadi didampingi Kasi Tanaman Perkebunan Rini Meiliza menyebutkan pada 2016 produksi tanaman atsiri Solok mencapai 377 ton, atau naik signifikan dibanding 2015 yang hanya 79 ton dengan luas tanaman 21,5 hektare.
Sementara pada 2017 produksi tanaman atsiri telah mencapai 525 ton dengan perincian di Kecamatan Lubuk Sikarah 122,5 ton dan di Tanjung Harapan mencapai 402,5 ton.
Menurutnya hingga saat ini luas lahan sereh wangi di Kota Solok mencapai 30 hektare, dan tanaman nilam yang baru dikembangkan dan diujicobakan seluas dua hektare.
Satu hektare tanaman atsiri dapat menghasilkan sekitar 17,5 ton daun untuk disuling dan satu ton daun bisa menghasilkan sekitar delapan kilogram minyak atsiri.
"Dengan demikian satu hektare tanaman atsiri bisa menghasilkan uang sekitar Rp32,4 juta," katanya.
Pada sisi lain ternyata biaya produksi tanaman sereh wangi juga tidak begitu besar dan hanya butuh biaya pada saat awal penanaman.
Kini Dinas Pertanian dan Peternakan Solok telah membina lima kelompok tani untuk pengembangan minyak atsiri yaitu kelompok Kelumpang Saiyo di IV Suku, Damar Jaya dan Sarang Alang di Laiang, Talago Ampo di Kampung Jawa, dan kelompok Agribisnis di Aro.
Bahan baku atsiri seperti sereh wangi dan nilam banyak diproduksi dari pusat penanaman di VI Suku, Kampung Jawa, dan Laing.
Hingga saat ini beberapa kelompok tani yang mengembangkan tanaman atsiri sudah bisa menghasilkan produk sabun sereh wangi cair, sabun sereh wangi padat, handbodi dan lulur sereh wangi, pupuk organik dari limbah sereh wangi, air limbah sereh wangi, pakan ternak dari limbah penyulingan.
Selain itu, mulai menciptakan produk penghemat BBM untuk meningkatkan oktan bahan bakar.
Tak hanya itu ampas jerami tanaman atsiri juga dapat digunakan sebagai pakan ternak, pupuk kompos organik dan mulsa tanaman alami (penutup tanah).
Dalam mengembangkan tanaman atsiri di Solok, Dinas Pertanian membantu petani memelihara kebun-kebun masyarakat, menambah luas kebun, juga menyediakan bahan baku.
Pada 2017, dibagikan bantuan 150 batang bibit untuk petani dan 2018 dinas fokus untuk membina petani untuk pemeliharaan tanaman, kata Kusnadi.
Terkait kendala, ia mengatakan beberapa petani kesulitan mengoperasikan alat penyulingan, tapi sudah dilakukan sosialisasi dan demo alat oleh instruktur.
Untuk pemasaran hingga saat ini minyak atsiri Solok sudah dipasarkan ke Padang yang ditampung untuk diekspor ke China dan Eropa.
Terus Berkembang
Salah seorang petani pembudidaya minyak atsiri, Djanuardi yang tergabung dalam Kelompok Tani Agribisnis memulai usaha penyulingan minyak atsiri sejak 2015 di Gawan, Kelurahan Tanah Garam.
Ia bersama anggota lain mendapatkan bantuan ketel atau alat penyulingan dari Dinas Koperindag dan UKM sehingga bisa menghasilkan minyak atsiri sekitar delapan kilogram dalam sehari dari satu ton sereh wangi.
Pria yang telah memasuki usia 60 tahun tersebut mengatakan untuk proses mendapatkan minyak atsiri sereh wangi dibutuhkan waktu pengukusan sekitar tujuh hingga delapan jam.
Nantinya, dari ketel pengukusan, uap akan dialirkan dengan pipa menuju pendingin dan ditampung dengan ember, katanya.
Terakhir dari pipa output akan keluar air dan juga minyak atsiri, kemudian, air dan minyak dipisahkan dengan teknik sederhana. Karena minyak memiliki berat jenis lebih ringan dari air sehingga akan mengapung, dan air akan mengendap di bagian bawah.
Hasil minyak atsiri yang sudah murni akan dikemas dalam botol dan dilakukan pengepakan.
Selain minyak atsiri murni, juga ada produk bernilai ekonomi yaitu air sereh wangi yang bermanfaat untuk pengusir hama pada lahan pertanian.
Saat ini kelompok tani agrobisnis juga sudah bisa memproduksi produk lainnya dari minyak atsiri seperti sabun cair, pembersih alat dapur, sabun aroma terapi sereh wangi, bio adiktif dan lainnya.
Kelompok tani minyak atsiri juga dibina oleh Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) untuk teknik penyulingan.
"Alhamdulillah dukungan pemko dan Balitro sangat membantu berkembangnya usaha minyak atsiri ini," ujarnya.
Walaupun, belum bisa memenuhi permintaan pasar Djanuardi bersama petani lain tetap optimistis mengembangkan usaha minyak atsiri dari tanaman sereh wangi.
Petani berharap agar minyak atsiri ini bisa dikembangkan dan dijual tidak hanya dalam keadaan mentah, tapi juga produk siap pakai sehingga harganya bisa lebih mahal dan menjadi sumber ekonomi yang mumpuni.