36.861 KK di Padang BAB di Sungai

id MCK DI SUNGAI

36.861 KK di Padang BAB di Sungai

Sejumlah warga mandi, mencuci pakaian dan membuang sampah di pinggir sungai Cisadane di Kampung Muara, Kelurahan Pasir Jaya, Kota Bogor, Jabar, Selasa (27/1). Sebagian besar warga di kampung tersebut masih memanfaatkan air sungai Cisadane yang tercemar bakteri E-coli yang tinggi untuk aktivitas sehari-hari seperti mandi, cuci, dan kakus (MCK). (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/Rei/mes/15.)

Padang, (Antara Sumbar) - Dinas Kesehatan Kota Padang, Sumatera Barat, mengemukakan sebanyak 36.861 Kepala Keluarga (KK) dari 207.877 KK di daerah itu tidak memiliki jamban dan masih memanfaatkan aliran sungai untuk keperluan mandi cuci dan kakus (MCK).

"Data itu diambil dari setiap puskesmas yang terdapat pada 11 Kecamatan di daerah itu," kata Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga Dinas Kesehatan Padang, Gusweni di Padang, Rabu (8/11).

Masyarakat yang sudah memiliki jamban di daerah itu sebanyak 182.083 jiwa dari 908.189 jiwa, dan belum semuanya dikatakan layak, sedangkan yang sudah memiliki jamban namun masih belum dikatakan layak yaitu sejumlah 38.284 jiwa.

"Mereka tersebar di Kecamatan Pauh, Kuranji dan Lubuk Kilangan," tambahnya.

Gusweni menerangkan, terdapat empat jenis sarana jamban yang digunakan oleh masyarakat yaitu jenis komunal, jumlah sarana yang dipakai 218 jamban, dan yang layak sebanyak 211 jamban.

"Jenis leher angsa, jumlah sarana sebanyak 165.744, sedangkan yang terhitung memenuhi syarat 140.883 jamban," katanya.

Jenis plengsengan jumlah sarana 2.055, sedangkan yang layak hanya 381 jamban dan cemplung digunakan oleh 24.869 jiwa dengan jumlah sarana 14.066, sementara yang dinilai layak hanya 2.324 jamban.

Sebagian besar kecamatan yang belum memiliki fasilitas jamban layak tersebut berada pada kawasan yang dilalui oleh sungai atau pun irigasi besar.

Meskipun di dalam rumah warga tersebut sudah memiliki jamban namun pembuangannya masih pada aliran sungai atau irigasi, masih belum memenuhi standar kelayakan karena untuk dikatakan layak jamban harus memiliki bak penampungan (septic tank).

Pihaknya terus menyosialisasikan pemakaian jamban layak kepada masyarakat dan juga berupaya menumbuhkan kesadaran kepada masyarakat untuk menghilangkan kebiasaan buang air besar di sungai.

Setelah diberikan penyuluhan tentang bagaimana pentingnya mempunyai jamban yang layak di setiap rumah, tindakan selanjutnya yakni mengimbau para warga untuk aktif pada kegiatan kelurahan dan membuat program demi membangun kesehatan bersama.

Sementara itu, anggota DPRD Kota Padang, Iswandi menyarankan Dinas Kesehatan setempat agar membuat program untuk pembuatan jamban umum supaya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang tidak memilikinya.

"Dengan banyaknya KK yang tidak memiliki jamban di Kota Padang, tempat buang air besar umum itu hendaknya menjadi perhatian, karena menyangkut kesehatan warga," tambahnya.

Melakukan aktivitas dengan memanfaatkan aliran sungai untuk MCK, merupakan perilaku yang tidak sehat dan dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan yang berisiko menimbulkan penyakit.

Sedangkan pengamat sosial dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Nursyirwan Effendi mengusulkan diberlakukan sistem denda bagi masyarakat yang masih buang air besar (bab) sembarangan terutama di sungai.

"Saya mengusulkan untuk diberlakukan denda pada mereka yang masih melakukan kebiasaan bab di sungai, untuk memberi efek jera kepada pelaku," katanya.

Usulan tersebut merupakan cara terakhir yang harus dilakukan pemerintah setempat, jika cara-cara sebelumnya tidak dapat menghentikan kebiasaan tersebut. (*)