Mantan KPK: Pemerintah Jangan Inkar Berantas Korupsi

id Tumpak Hatorangan Panggabean

Mantan KPK: Pemerintah Jangan Inkar Berantas Korupsi

Tumpak Hatorangan Panggabean. (Antara)

Jakarta, (Antara Sumbar) - Sejumlah mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mengharapkan pemerintah tidak ingkar terhadap pemberantasan korupsi dengan cara mendukung KPK terkait tindakan panitia khusus (pansus) hak angket DPR terhadap lembaga itu.

"Tentu kita mengharapkan pemerintah terus komitmen bahwa KPK itu harus dipertahankan. Jangan inkar dari kesepakatan kita bersama pada zaman kita melahirkan era reformasi. Kita ingin menunjukkan pemerintahan yang bersih, bebas korupsi kolusi dan nepotisme, itu kesepakatan di dalam Tap MPR. Kita tentu berharap kepada pemerintah dan kalau kita lihat pemerintah mendukung 100 persen kegiatan yang dilakukan oleh KPK," kata pimpinan KPK 2003-2007 dan 2009-2010 Tumpak Hatorangan Panggabean dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Jumat.

Konferensi pers itu dilakukan oleh sejumlah mantan pimpinan KPK yaitu Adnan Pandu Praja (pimpinan jilid III), Zulkarnain (pimpinan jilid III), Taufiequrachman Ruki (pimpinan jilid I dan pelaksana tugas pimpinan jilid III), Erry Riyana Hardjapamekas

(pimpinan jilid I), Tumpak Hatorangan Panggabean

(pimpinan jilid I dan plt pimpinan jilid II) dan Chandra M. Hamzah (pimpinan jilid II) serta mantan Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja dan mantan Deputi Pencegahan KPK Eko Soesamto Tjiptadi.

Sedangkan Chandra Hamzah pun menilai pansus hak angket bahkan menjadikan pemberantasan korupsi mundur ke belakang.

"Jangan sampai hal-hal yang terjadi belakang ini membuat pemberantasan korupsi mundur ke belakang. Kita berhenti memberantas korupsi sementara kondisi negara kita masih memprihatinkan misalnya 'Corruption Perception Index' Indonesia masih di bawah 4, kita masih negara yang dianggap negara yang korup dan kita malah berhenti memberantas korupsi," kata Chandra.

Ia berharap agar semua pihak termasuk pemerintah menjaga keberlangsungan KPK sebagai anak kandung reformasi.

"Jangan sampai upaya pemberantasan korupsi berhenti. Saat ini titiknya apakah kita mau kembali ke yang dulu atau tidak. KPK anak kandung reformasi sama seperti KY (Komisi Yudisial) yang ingin membersihkan pengadilan dan MK (Mahkamah Konsitusi). Ada beberapa anak kandung reformasi yang harus dijaga sama-sama dan ini titik batas apakah kita mau lanjut atau tidak," tegas Chandra.

Ada 7 fraksi yang mengirimkan anggotanya dalam pansus hak angket KPK yaitu Fraksi PDI-Perjuangan, Fraksi Golkar, Fraksi Hanura, Fraksi PPP, fraksi Gerindra dan Fraksi PAN dan Fraksi Nasdem.

Ketua pansus hak angket adalan Agun Gunanjar yang juga disebut dalam dakwaan korupsi KTP-E. Dalam dakwan Agung Gunandar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Badan Anggaran DPR RI menerima sejumlah 1 juta dolar AS.

Pansus melakukan sejumlah hal untuk mencari-cari kesalahan KPK misalnya dengan meminta hasil pemeriksaan BPK terhadap KPK dan menyatakan ada temuan terkait Sumber Daya Manusia (SDM) atau penyidik, sistem pengelolaan keuangan internal (SPI) serta penyadapan di KPK pada 4 Juli 2017. Selanjutnya pada 6 Juli 2017, pansus juga menemui beberapa narapidana kasus tindak pidana korupsi di Lapas Sukamiskin Bandung dan Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur untuk mencari laporan pelanggaran HAM yang dilakukan KPK terhadap para narapidana tersebut.

Usulan hak angket ini tercetus saat KPK melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III pada Rabu (19/4) dini hari karena KPK menolak untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II dari fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani di luar persidangan terkait kasus KTP Elektronik (KTP-E).

Pada sidang dugaan korupsi KTP-E pada 30 Maret 2017, penyidik KPK yang menangani kasus tersebut yaitu Novel Baswedan mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III untuk tidak mengakui fakta-fakta menerima dan membagikan uang dalam penganggaran KTP-E.

Nama-nama anggota Komisi III itu menurut Novel adalah Ketua Komisi III dari fraksi Golkar Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Komisi III dari fraksi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Hanura, Sarifuddin Suding, anggota Komisi III dari Fraksi PDI-Perjuangan Masinton Pasaribu dan satu orang lagi yang Novel lupa Novel namanya. (*)